Sunday, 26 April 2015

WASIAT KEPADA PARA AMIR DAULAH ISLAM (BAG. 1)



30 Wasiat Risalah Ke-1

Risalah Pertama

Wasiat-wasiat Bagi Para Amir

Segala puji hanya bagi Allah, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, kepada keluarganya dan kepada orang-orang yang mengikutinya. Amma Ba’du:

Wahai Akhil Mujahid, ini adalah beberapa nasehat, yang telah saya kumpulkan bagimu dari mulut-mulut para tokoh dan kandungan berbagai kitab. Dan saya sama sekali tidak mengklaim (sebagai) ahli hikmah. Saya memohon kepada Allah agar menjadikannya manfaat bagi diri saya dan diri kalian, dan Allah-lah di balik tujuan ini.


(1) Ikhlas karena Allah, karena di dalamnyalah keselamatan di dunia dan akhirat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: (Allah telah menjamin bagi orang yang berjihad di Jalan-Nya seraya tidak mengeluarkan dia kecuali jihad di jalan-Nya dan pembenaran kalimat-kalimat-Nya, untuk memasukannya ke dalam surga atau memulangkannya ke tempat tinggalnya yang dia keluar darinya bersama apa yang dia dapatkan berupa pahala atau ghanimah)[1]

Dan bertujuanlah dengan amalmu itu agar kalimat Allah-lah yang tertinggi, karena diriwayatkan dari Abu Musa, berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang pria yang berperang karena keberanian, dan berperang karena fanatisme, dan berperang karena riya, mana di antara itu yang fi sabilillah? Maka berkatalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: (Barangsiapa berperang supaya kalimat Allah-lah yang tertinggi, maka dia itu fi sabilillah).[2]


(2) Adil dan tulus kepada orang-orang yang kamu pimpin, karena (Tidaklah seorang amir (yang memimpin) sepuluh orang melainkan ia kelak didatangkan di hari kiamat seraya di belenggu yang tidak dilepaskan kecuali oleh keadilan atau ia dijerumuskan oleh aniaya),[3] dan (Tidaklah seorang amir yang menangani urusan kaum muslimin terus ia tidak bersungguh-sungguh dan tidak tulus kepada mereka, melainkan ia itu tidak masuk surga bersama mereka),[4] dan (Tidaklah Allah mengangkat seorang hamba untuk mengayomi masyarakat, (terus) ia mati saat ia mati sedangkan ia menipu mereka melainkan Allah haramkan surga terhadapnya).[5]


(3) Musyawarah dan diskusi (munadharah), di mana diskusi ini adalah sejawat musyawarah, yaitu: duduk untuk melontarkan pikiran di majelis, dan komentar setiap orang terhadap pendapat orang lain, atau mencari tahu pendapat baru, kemudian di akhir memilih pendapat yang tepat.

Allah ta’ala berfirman: “(Dan ajaklah mereka bermusyawarah di dalam urusan itu)”, di mana Allah telah mengarahkan Nabi-Nya untuk mengajak musyawarah orang-orang yang di bawah level beliau padahal akal Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam itu cemerlang lagi unggul, maka bagaimana halnya dengan kalian?

Dan sebagaimana diriwayatkan: (Tidak menyesal orang yang melakukan musyawarah, dan tidak kecewa orang yang melakukan istikharah),[6] dan dikatakan: (Barangsiapa merasa cukup dengan akalnya maka ia tersesat, barangsiapa mencukupkan diri dengan pendapatnya maka ia tergelincir, barangsiapa meminta pendapat orang-orang yang berpemikiran maka ia menempuh jalan yang tepat, dan barangsiapa meminta bantuan orang-orang yang berakal maka ia berhasil meraih apa yang diharapkan).

Maka hendaklah setiap amir memiliki majlis syura yang hakiki, mulai dari amir umum sampai pada amir-amir sariyyah (brigade). Akan tetapi kamu jangan meminta pendapat orang yang memiliki hajat yang ingin ia tunaikan, dan jangan pula orang yang kamu rasa bahwa ia berambisi kepadanya, dan jangan pula orang yang tidak menimbang-nimbang pikiran pada pendapatnya, karena ada ungkapan: “Biarkan pendapat sehingga ia matang,” dan telah ada dari Ali radliallahu ‘anhu: (Pendapat syaikh (orang tua) itu lebih baik dari penyaksian anak muda) [7] yaitu di dalam peperangan, dan jangan meminta pendapat kecuali saat menyendiri, karena ia lebih menjaga rahasia dan lebih bisa terkendali bagi orang yang kadang menyebarkannya.

Memang benar! (Sesungguhnya musyawarah dan diskusi itu adalah dua pintu rahmat dan dua kunci barakah yang tidak mungkin terlewatkan satu pendapat pun bersama keduanya).[8]


(4) Hati-hatilah jangan sekali-kali kamu mengedepankan orang yang menyetujui pendapatmu saja, dan waspadalah dari pendamping yang buruk, biasakanlah dirimu untuk sabar terhadap orang yang menyelisihimu dalam pendapat dari kalangan orang-orang yang tulus, teguklah kepahitan ucapan mereka dan kritikan mereka, dan jangan berlapang dada dalam hal itu kecuali kepada orang-orang baik, berakal, berumur, bermuru’ah dan menjaga kehormatan.


(5) Tidak ada yang lebih melenyapkan dien dan dunia dari lenyapnya kabar masyarakat yang sebenarnya dari amirnya; maka dari itu janganlah menutupi diri dari mereka, karena kamu ini hanyalah manusia yang tidak mengetahui apa yang disembunyikan manusia darimu. Dan jangan sekali-kali kamu berlindung dengan alasan keamanan, sehingga kamu aman namun orang-orang yang di bawahmu terlantar; maka seburuk-buruknya amir adalah kamu kalau begitu.

Awasilah segala urusan oleh dirimu sendiri setelah mengangkat orang-orang kepercayaan yang tulus, karena kadang berkhianat orang yang terpercaya itu, dan kadang menipu orang yang tulus itu, maka carilah kejelasan dari semua urusan. Allah ta’ala berfirman: “Wahai Dawud! Sesungguhnya Kami telah menjadikan engkau sebagai khalifah (penguasa) di bumi, maka putuskanlah (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu, karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah.” (Shaad: 26) (Allah ta’ala tidak mencukupkan dengan sindiran tanpa langsung (perintah), dan tidak mengudzur dalam penyibukan diri dengan merasa cukup dengan mewakilkan sehingga Dia menyertakannya dengan kesesatan)[9]

Dan jangan tergesa-gesa membenarkan penebar isu yang ingin merusak, karena orang semacam itu adalah penipu walau dia menyerupai orang-orang yang tulus, tapi jangan kamu buang begitu saja ucapannya, karena bisa saja dia itu jujur, dan berbaik sangkalah kepada ikhwanmu, karena berbaik sangka itu memutus dirimu dari kelelahan yang panjang.


(6) Seyogyanya bagi amir membawa dirinya dan bala tentaranya untuk komitmen dengan hak-hak yang telah Allah ta’ala wajibkan dan dengan batasan-batasan yang telah Allah perintahkan (karena orang yang berjihad membela agama adalah orang yang paling berhak untuk komitmen dengan hukum-hukumnya),[10] sebab kamu tidak akan melakukan perbaikan sedangkan kamu sendiri rusak, dan tidak akan bisa membimbing sedangkan kamu sendiri menyimpang, dan tidak akan menunjuki jalan sedangkan kamu sendiri sesat, karena bagaimana bisa orang buta menjadi penunjuk, dan orang hina menjadi jaya? Sedangkan tidak ada yang lebih hina dari kehinaan maksiat, dan tidak ada yang lebih jaya (mulia) dari kejayaan ketaatan, maka jauhkanlah dirimu dari akhlak-akhlak yang rendah dan pertemanan dengan orang-orang fasiq.


(7) Hati-hatilah, jangan sampai kesempitan kondisimu dalam suatu hal mendorongmu untuk mencarinya dengan yang tidak benar; karena sesungguhnya kesabaranmu terhadap kesempitan yang kamu harapkan keberakhirannya dan keutamaan akibatnya adalah lebih baik daripada maksiat yang kamu khawatirkan tuntutannya. Sedangkan poros dien itu adalah kesabaran.


(8) Hati-hatilah, jangan kamu mengistimewakan dirimu dengan kendaraan atau pakaian; karena Umar telah menulis surat kepada Abu Musa Al-Asy’ariy radliyallahu ‘anhuma: (… dan telah sampai berita kepadaku bahwa telah merebak pada dirimu dan keluargamu model pada pakaianmu, makananmu dan kendaraanmu, yang berbeda dengan keumuman kaum muslimin; maka hati-hatilah wahai Abdullah jangan sampai kamu seperti hewan ternak, ia melewati lembah yang subur, maka tidak memiliki keinginan kecuali menggemukan diri, padahal kebinasaannya itu hanyalah pada kegemukan, dan ketahuilah bahwa bila pemimpin menyimpang maka menyimpanglah rakyatnya, dan orang yang paling celaka adalah orang yang rakyatnya menjadi celaka dengan sebabnya)[11]


(9) Ketahuilah bahwa peperangan itu sebagaimana yang mereka katakan: Bebannya adalah kesabaran, porosnya adalah tipu muslihat, lingkarannya adalah ijtihad, pelurusnya adalah ketelitian, dan kendalinya adalah kewaspadaan. Dan bagi masing-masing hal itu ada buahnya; di mana buah kesabaran adalah pertolongan, buah tipu muslihat adalah kemenangan, buah ijtihad adalah taufiq, buah ketelitian adalah optimisme, dan buah kewaspadaan adalah keselamatan. ‘Amr ibnu Ma’di Kariba[12] ditanya tentang perang, maka ia mengatakan: (Barangsiapa sabar di dalamnya, maka ia mengenal, dan barangsiapa urung darinya, maka ia binasa),[13] maka hindarilah ketergesa-gesaan, karena berapa banyak ketergesa-gesaan itu melahirkan penyesalan.


(10) Kedepankan orang-orang yang berpengalaman dan yang kuat untuk menghadapi musuh saat peperangan berkecamuk, dan sebarlah mereka pada sariyah-sariyah supaya menjadi kuat orang yang lemah dengan sebab mereka, dan menjadi berani orang  penakut dengan sebab keberanian mereka. Hati-hatilah, jangan sampai orang penggembos atau penebar isu menyertai ikhwanmu, dan waspadalah terhadap mata-mata dan intel. Di mana berapa banyak kelompok yang sedikit bisa mengalahkan kelompok yang banyak dengan izin Allah. Akan tetapi jangan kamu pilih di dalam peperangan itu orang-orang yang kuat saja dan kamu tinggalkan orang-orang lemah yang menginginkan apa yang ada di sisi Allah, karena sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: (Dan tidaklah kalian itu diberi kemenangan dan diberi rizqi kecuali dengan sebab orang-orang lemah kalian),[14] dan sesungguhnya Allah menolong suatu kaum dengan sebab orang paling lemah mereka.


(11) Jangan menelantarkan perlengkapan yang bisa dipakai, seperti rompi anti peluru dan helm pelindung, dan itu bukan tergolong sikap pengecut, karena sungguh manusia paling berani yaitu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki baju besi, namun ini tidak menghalangi dari bertempur tanpa memakai pelindung pada waktunya yang tepat. Habib ibnul Muhallab[15] berkata: (Aku tidak melihat di dalam peperangan seorang pria yang memakai pelindung kepala melainkan ia itu bagiku adalah dua orang, dan aku tidak melihat dua orang yang tanpa pelindung melainkan keduanya bagiku adalah satu orang), maka ucapan ini didengar oleh sebagian orang yang berpengalaman, maka ia berkata: (Dia benar! Sesungguhnya senjata itu memiliki keutamaan; apa kamu tidak melihat mereka saat memanggil pada kondisi genting; “Senjata, senjata,” dan mereka tidak memanggil: “pasukan, pasukan”).[16]


(12) Sesungguhnya amir yang bijaklah yang membekali ikhwannya dengan perbekalan yang bisa menguatkan diri mereka sepanjang hari berupa makanan dan minuman. Adalah para pejuang salah seorang panglima Afghan yang memusuhi Taliban bila kita periksa saku mereka maka kita mendapatkan zabib (anggur kering) di dalamnya.


(13) Seyogyanya bagi amir menunjuk bagi setiap gruf amirnya, dan ia memeriksa kendaraan dan persenjataan ikhwannya dan perbekalannya, terutama sebelum penyerangan. Ia jangan memasukan di dalamnya apa yang susah di bawa saat kondisi gawat dan serius, dan jangan mengosongkan darinya apa yang dibutuhkan saat terjadi apa yang di luar dugaan dan jauhnya perjalanan, terutama bila diprediksi lamanya peperangan.


(14) Seyogyanya jumlah muqatil dalam satu mobil tidak boleh lebih dari tiga, kecuali bila kepentingan menuntutnya, dan hendaklah ia menjamin hubungan komunikasi yang aman yang sudah dikaji di antara sariyah-sariyah itu, serta ia menetapkan bagi mereka sandi untuk ucapan mereka dan syi’ar (slogan) untuk peperangan mereka.


(15) Amir harus memperdengarkan kepada rakyatnya dan bala tentaranya suatu yang mengokohkan jiwa mereka dan membuat mereka merasa optimis bisa mengalahkan musuh mereka, serta mengutarakan kepada mereka dari sebab-sebab kemenangan suatu yang dengannya mereka menganggap kecil musuh mereka. Allah ta’ala berfirman: ((ingatlah) ketika Allah memperlihatkan mereka di dalam mimpimu (berjumlah) sedikit. Dan sekiranya Allah memperlihatkan mereka (berjumlah) banyak, tentu kalian menjadi gentar dan tentu kalian akan berbantah-bantahan dalam urusan itu). (Al-Anfal: 43)


(16) Seyogyanya bagi amir mempelajari dengan cermat lokasi peperangan, maka dia jangan berperang dari lokasi yang mudah dia disergap tanpa menutup celah, dan jangan membawa terlalu jauh pasukannya yang menjadikannya mustahil bisa kembali membawa pulang mereka dalam keadaan aman.


(17) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: (Perang itu tipu daya),[17] dan Al-Muhallab[18] berkata: (Gunakanlah tipu daya dalam peperangan, karena ia itu lebih membuat berhasil daripada keberanian), dan di antara tipu daya adalah:

Menebar mata-mata
Mencari-cari berita
Tauriyah (penyembunyian maksud) dalam peperangan, di mana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bila ingin melakukan suatu peperangan, maka beliau menutupinya dengan yang lain.
Bila sempit dada seseorang dari rahasia dirinya

Maka dada yang dititipkan rahasia lebih sempit.

Dan waspadalah terhadap musuhmu bagaimanapun keadaannya, supaya tidak:

Menyergap dari jarak dekat
Atau menyerbu secara tiba-tiba dari kejauhan
Atau bersembunyi menunggu lengah
Atau menyusul setelah kembali


(18) Di antara tanda pengalaman seorang amir dan kecerdikannya adalah memanfaatkan kesempatan; (karena kesempatan itu berlalu cepat seperti awan, dan jangan kalian mengejar bekas setelah berlalu),[19] dan sergaplah saat kepalanya muncul dan jangan menyergap pada ekornya!

Bila berhembus anginmu, maka gunakanlah kesempatannya

Karena bagi setiap yang bergerak itu ada diamnya


(19) Boleh bagi amir pasukan untuk menceburkan kepada kesyahidan dari kalangan yang menginginkannya orang yang diketahui bahwa pada keterbunuhannya di dalam peperangan itu menjadi penyemangat bagi kaum muslimin terhadap peperangan karena pembelaan untuknya. Dan sebaliknya juga benar, yaitu: ia menjaga orang yang pada keterbunuhannya bisa menghancurkan kekuatan ikhwannya, seperti komandan yang istimewa; oleh sebab itu posisi jantung adalah tempat paling terlindungi dan paling jauh dari musuh.


(20) Jangan kamu mengizinkan ikhwanmu untuk membunuh atau menawan apa yang bisa memecah barisan mereka dan membuat mereka berselisih dengan sebabnya, hatta walaupun hal itu boleh dari satu sisi, karena persatuan barisan saat qital itu adalah mashlahat paling utama.


(21) Hati-hatilah dari darah dan penumpahannya tanpa haq, karena tidak ada suatu pun yang lebih cepat mendatangkan adzab dan melenyapkan nikmat daripada penumpahan darah tanpa haknya. Jangan sekali-kali kamu mengokohkan urusanmu dan tentaramu dengan darah yang haram, karena sesungguhnya hal ini adalah hal segera yang kemudian harinya adalah kelemahan dan keambrukan, sehingga tidak ada udzur bagimu di sisi Allah dan juga di sisi kami. Dan demi Allah tidak diadukan kepada kami kasus darah yang ditumpahkan dari orang ma’shum dari kalangan Ahlussunnah tanpa bukti nyata yang menunjukan bahwa ia melakukan apa yang menghalalkan darahnya dan tanpa syubhat melainkan kami pasti mengambilkan haknya baginya. Jangan kamu terpedaya dengan mudahnya ‘amaliyyah tertentu; karena bisa saja tempat yang turun itu sesudahnya adalah jurang yang mencekam, oleh sebab itu maka hendaklah pikiranmu untuk harimu itu dan untuk esok harinya; karena tidak ada yang lebih membahayakan manusia daripada amir yang berpikir hanya untuk harinya.


(23) Balaslah orang yang berbuat baik atas perbuatan baiknya, dan muliakanlah sariyah setelah keberhasilan, berikanlah penghargaan kepada pemberani di hadapan umum, dan berikanlah sangsi terhadap orang yang berbuat salah atas kesalahannya walau dengan hajr; karena boleh bagi amir untuk memberikan pelajaran kepada orang yang maksiat terhadap perintahnya, dan bila kamu tidak melakukannya, maka orang yang berbuat baik menjadi malas dan orang yang berbuat salah menjadi lancang, dan rusaklah urusan serta sia-sialah amalan.

Dan hendaklah balasan baik kepada orang yang berbuat baik itu dilakukan dihadapan umum, sedang sangsimu kepada orang yang berbuat salah adalah secara sirr (rahasia), terutama terhadap orang-orang baik di antara mereka, adapun orang-orang yang rusak maka sangsi dilakukan di hadapan manusia, dan syari’at telah datang dengannya.

Hati-hatilah jangan berlebih-lebihan dalam pemberian sangsi atau menyesal atas pemberian maaf, dan hindari juga sikap kasar yang membuat orang lari, karena syari’at ini memberikan sangsi untuk memperbaiki bukan untuk melampiaskan kedongkolan. Jagalah diri saat marah dari kalimat yang tidak bisa kembali, karena berapa banyak kalimat yang mengatakan kepada pemiliknya “Tinggalkan saya”, dan janganlah kamu wahai amir menjadikan ucapanmu main-main di dalam sangsi maupun pemaafan, dan jangan kamu melampaui di dalam sangsimu –dengan aniaya dan hawa nafsu- apa yang telah Allah tetapkan  batasannya bagimu; karena (kedzaliman itu adalah kegelapan-kegelapan di hari kiamat).

Maka hendaklah kamu wahai saudaraku bersikap lembut di dalam urusanmu seluruhnya termasuk di dalam pemberian sangsi. Allah ta’ala berfirman: “Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauh dari sekitarmu.” (Ali Imran: 159)

Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: (Barangsiapa diberikan bagiannya dari sikap lembut, maka ia telah diberikan baginya dari kebaikan, dan barangsiapa dihalangi (dari) bagiannya dari sikap lembut, maka ia telah dihalangi (dari) bagiannya dari kebaikan). Dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: (Sesungguhnya dien ini adalah kokoh; maka masuklah di dalamnya dengan lembut).


(24) Ketahuilah bahwa ikhwanmu mendengar dan taat karena menginginkan apa yang ada di sisi Allah; di mana sikap komitmen mereka itu adalah dorongan syar’iy akhlaqiy lebih dari sekedar rasa takut terhadap kekuasaan; maka dari itu janganlah kamu memberi pelajaran kecuali kepada orang yang kamu anggap memiliki dien yang bisa menerimanya, adapun orang-orang yang kamu anggap bahwa diennya tidak membuat dia jera maka jangan sekali-kali kamu memberinya hukuman, akan tetapi bersikap lembutlah kepadanya dan jinakanlah hatinya, karena orang yang paling berhak memberikan maaf adalah orang yang paling mampu memberikan hukuman, dan orang yang paling kurang akal dan pertimbangannya adalah orang yang mendzalimi orang yang di bawahnya, maka berikanlah keadilan kepada Allah dan berikanlah keadilan kepada manusia dari dirimu, keluargamu dan dari orang yang kamu cintai dari kalangan ikhwanmu dan rakyatmu. Dan bila kamu tidak melakukannya, maka kamu berbuat dzalim, dan barangsiapa dzalim kepada hamba-hamba Allah, maka Allahlah seterunya, dan barangsiapa yang Allah seterunya maka ia telah menancapkan peperangan terhadap-Nya sampai ia taubat dan mencabut diri. Maka hindarilah doa orang yang didzalimi, karena tidak ada penghalang antara doanya itu dengan Allah, dan sesungguhnya pintu-pintu langit terbuka baginya. Dan hendaklah dari waktumu ada satu saat di siang hari yang di dalamnya kamu berpikir apakah kamu telah mendzalimi orang atau di sana ada orang yang didzalimi yang wajib kamu tolong? Dan barangsiapa menginginkan penyegeraan murka Allah, maka silahkan berbuat dzalim!

Kuasailah ikhwanmu dan manusia dengan ihsan (berbuat baik), tentu kamu bisa mengikat hati mereka, karena kesinambungan mahabbah itu adalah dengan ihsan, dan lenyapnya mahabbah itu adalah dengan sikap kasar. Santunlah kepada manusia tentu tulus pula kecintaan mereka kepadamu dan pasti kamu raih penghargaan dari mereka, karena sikap santun dari orang kuat itu adalah tawadlu.

Adalah Umar ibnu Abdil Aziz sangat lemah lembut kepada masyarakat, di mana bila ia menginginkan suatu hal dari urusan Allah (dan) ia mengira manusia kurang menyukainya, maka ia menunggu sampai datang apa yang disukai masyarakat kemudian ia mengeluarkannya bersamanya. Dan telah ada ucapan darinya: (Sesungguhnya Allah mencela khamr dua kali dalam Al-Qur’an dan mengharamkannya pada kali ketiganya, dan saya khawatir membawa manusia kepada al-haq secara sekaligus kemudian mereka malah meninggalkannya, dan jadilah fitnah).[20]


(26) Kenalilah kedudukan manusia dan ketahuilah macam-macam mereka, dan kedepankanlah seseorang karena dia itu:

Tergolong ahlul ilmi wal fadli, sedangkan nash-nash prihal keutamaan mereka sangatlah banyak.

Tergolong orang-orang yang berumur, karena (bukan tergolong kita orang yang tidak memuliakan orang yang tua di antara kita, dan tidak menyayangi orang yang kecil di antara kita, serta tidak mengenal bagi orang alim kita haknya)[21]
Berasal dari keluarga bangsawan dan pemimpin, dan terutama adalah keluarga rumah kenabian.


(27) Perhatikanlah keluarga-keluarga para syuhada dan tawanan dan kedepankanlah mereka terhadap yang lain, jenguklah orang yang sakit, dan jadilah kamu terhadap ikhwanmu sebagai pelayan bagi mereka; karena kamu ini hanyalah salah seorang dari mereka, namun bedanya adalah karena kamulah yang paling berat bebannya dan paling banyak perhitungannya di sisi Allah, maka beramallah untuk esok hari.


(28) Selektiplah dalam memilih utusanmu kepada kabilah-kabilah dan kelompok-kelompok bersenjata, dan begitu juga orang yang bertugas menguasai (wilayah) dan mencari dukungan masyarakat, karena sesungguhnya mereka adalah wajah Daulah di hadapan manusia, bila mereka baik maka baik pula kita, dan bila mereka berbuat buruk maka buruk pula kita. Dan secara umum: “Utuslah orang yang bijaksana dan jangan mewasiatinya.”


(29) Wahai amir, hindarilah fanatisme-fanatisme kejahiliyahan; karena sesungguhnya bangunan kekuasaan yang kokoh itu tidak hancur kecuali dengan sebab fanatisme yang berlebihan. Gunakanlah kecerdasan dan hilah (kecerdikan) dalam menghancurkan fanatisme itu dan bukan menggunakan kekuatan saja, di mana sesungguhnya Ahlul Iraq bangkit membangkang terhadap Abdul Malik ibnu Marwan bersama ibnul Asy’ats dan di tengah mereka banyak tabi’in pilihan seperti Sa’id ibnu Jubair dan yang lainnya, maka Al-Hajjaj mengalahkan mereka dalam perang “Dairul Jamajim”[22] dengan hilah lebih dari sekedar dengan kekuatan. Dan ketahuilah bahwa termasuk siasat yang bijak bersegera menguasai mereka itu, terutama para tokoh.


(30) Hendaklah kalian serius, bersungguh-sungguh dan tinggi cita-cita, dan hindarilah sikap lemah, karena ia itu –demi Allah- adalah kendaraan yang paling hina; dan dikala kamu tersandung maka cobalah kembali; di mana sudah diketahui dari pengalaman bahwa tidak ada amaliyyat yang Allah berikan kemenangan di dalamnya kecuali ia itu pernah melalui berbagai ketersandungan yang banyak.

Saudara Kalian

Abu Hamzah Al-Muhajir

1 Ramadhan 1428 H.

[1] Muttafaq ‘alaih

[2] Muttafaq ‘alaih

[3] Dikeluarkan oleh Ahmad dan lainnya dengan sanad hasan.

[4] HR. Muslim

[5] Muttafaq ‘alaih

[6] Ath-Thabaraniy dan yang lain dengan sanad dlaif.

[7] Dikeluarkan Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra.

[8] Datang dari Umar ibnu Abdil Aziz dalam “Adab Ad-Dunya Wad Dien “milik Al-Mawardiy, dan yang lainnya.

[9] Al-Mawardiy, nukilan dari Badaius Salik fi Thaba’il Malik.

[10] Dari ucapan Al-‘Allamah Al-Mawardiy dalam Al-Ahkam As-Sulthaniyyah

[11] Dikeluarkan dalam Kanzul ‘Ummal milik Ad-Dainuriy, dan dikeluarkan oleh ibnu Abi Syaibah dalam Mushannafnya dengan teks serupa.

[12] Salah seorang pahlawan sahabat radliallahu ‘anhu.

[13] Disandarkan kepadanya oleh Al-Baladzuriy dalam Futuhul Buldan.

[14] Al-Bukhari

[15] Habib ibnul Muhallab ibnu Abi Shufrah: Salah seorang pemberani dan pembesar Arab di masa Al-Marwaniy. Dari Al-A’lam milik Az-Zarkaliy.

[16] Uyunul Akhbar

[17] Muttafaq ‘alaih.

[18] Al-Muhallab ibnu Abi Sufrah ini dituturkan Ibnu Hibban dalam tabi’in yang tsiqat, dan berkata: “…ia menjadi gubernur khurasan dari pihak Al-Hajjaj selama 9 tahun, Ibnu Shibyah berkata: ia adalah orang paling berni” lihat Tahdzib At-Tahdzib milik Ibnu Hajar.

[19] Disandarkan kepada Ali radliallahu ‘anhu dalam Al-’Iqdul Farid dan Badaius Salik dan Nihayatul Arib

[20] Disebutkan oleh pemilik Al-‘Iqdul Farid darinya

[21] At-Tirmidzi, Ahmad dan Al-Hakim dengan sanad hasan

[22] Perang Dairul Jamajim adalah peperangan penentu antara Al-Hajjaj ibnu Yusuf Ats-Tsaqafiy dengan Abdurrahman ibnu Muhammad ibnul Asy’ats, dan dimenangkan oleh Al-Hajjaj, dan Dairul Jamajim ini ada di luar Kufah sejauh 7 farsakh.








No comments:

Post a Comment