PERSEKONGKOLAN KUFFAR MEMERANGI DAULAH ISLAMIYAH
Sekalipun kerjasama salibis Barat
dengan Iran, Suriah, dan Rusia tidak dapat dipungkiri, mereka berusaha untuk
melemahkannya secara resmi demi menyembunyikan peran mereka dalam perang
Shofawiy melawan Muslimin. Di sini kami memberikan beberapa wawasan mengenai
hubungan ini, walaupun perkara tersebut tampak lebih terang daripada matahari
di siang bolong.
Sebelum operasi 11 September yang berbarokah sekalipun, Amerika telah bekerjasama dengan Iran lewat kerjasama mereka di bawah PBB bernama “Siz Plus Two Group”, yang mana bagian dari makar melawan mujahidin Khurosan.
Pasca 11 September, kerjasama berkembang menjadi
apa yang dikenal dengan nama “Geneva Contact Group” selama pemerintahan salibis
George W. Bush. Kerjasama itu mengharuskan Iran menyediakan tenaga intelijen
bagi para salibis, membangun hubungan antara para salibis dan kelompok “Aliansi
Utara” di Afghanistan dan menangkap mujahidin yang berupaya melewati perbatasan
Iran dalam perjalanan mereka ke Kurdistan Iraq atau tujuan lainnya.
Iran
menyediakan beberapa pelabuhan dan bandara militernya bagi misi salibis,
“Pasukan Penjaga Revolusioner Islam”-nya bekerjasama dengan Pusat Operasi
Khusus AS dan CIA di Afganistan, dan keterlibatannya dalam pembentukan rezim
boneka Afghanistan yang murtad. Bulan-bulan selanjutnya mengantarkan pada
invasi Amerika atas Iraq, sekali lagi pihak Amerika bekerjasama dengan Iran,
tetapi kali ini sebagian besar dilakukan melalui Kantor Luar Negeri dan
Persemakmuran Inggris. Kerjasama mencapai puncaknya melalui pembentukan rezim
Shofawiy Iraq yang pada dasarnya adalah boneka Iran.[6]
Pada “6 November 2014,” “Wall
Street Journal” mengeluarkan artikel berjudul “Obama Wrote Secret Letter to
Iran’s Khamenei about Fighting Islamic State – Presidential Correspondence with
Ayatollah Stresses Shared U.S.- Iranian Interests in Combating Insurgents,
Urges Progress on Nuclear Talks” (“Obama Menulis Surat Rahasia kepada Pemimpin
Iran Khamenei terkait Memerangi Daulah Islamiyyah – Surat Menyurat Presiden
dengan Ayatullah Menekankan Pembagian Kepentingan AS-Iran dalam Menyerang
Pemberontak, Menginginkan Perkembangan dalam Pembicaraan Kesepakatan Nuklir”).
Di dalam artikel tersebut, mereka melaporkan bahwa, “Secara rahasia, Obama
menulis surat yang ditujukan pada Pemimpin Tertinggi Iran Ayatullah Ali
Khamenei” dan bahwasanya suratnya tersebut “menjelaskan sebuah kepentingan
bersama dalam memerangi kelompok militan Daulah Islam di Iraq dan Syam.” Surat
itu “ditujukan untuk melatarbelakangi perang melawan Daulah Islam dan mendorong
para pemimpin spiritual Iran semakin dekat pada kesepakatan nuklir” dan
menekankan “bahwa kerjasama apa pun terkait Daulah Islamiyyah sebagian besar
bergantung pada Iran untuk mencapai persetujuan komprehensif dengan kekuatan
global dalam program nuklir masa depan Iran.” Surat itu juga “menandai
setidaknya untuk keempat kalinya Obama menulis surat kepada pemimpin politik
dan spiritual Iran paling kuat semenjak menduduki kantor kepresidenan pada 2009
dan berjanji untuk mengadakan hubungan dengan pemerintahan Islam Teheran” dan
“menggarisbawahi bahwa Obama memandang Iran sebagai negara penting… bagi
kampanye militer dan diplomasinya untuk mendesak Daulah Islamiyyah dari
wilayah-wilayah yang direbutnya.” Melalui surat itu, Obama berusaha “untuk mengurangi
perhatian Iran mengenai masa depan sekutu dekatnya, Presiden Bashar al Assad
dari Suriah” dan memastikan kembali pada Iran bahwa “operasi militer AS di
Suriah tidak menargetkan Assad atau pasukan keamanannya.” Mereka juga
melaporkan bahwa “pemerintahan Obama mengadakan pembicaraan rahasia dengan Iran
di ibukota Oman Muskat pada pertengahan 2012”
dan “Sekretaris pers Gedung Putih Josh Earnest… mengakui para pejabat AS
di masa lalu telah membahas perang melawan Daulah Islamiyyah bersama para
pejabat Iran di sela-sela pembicaraan nuklir internasional. Dia menambahkan,
negosiasi tetap berpusat pada program nuklir Iran.” Mereka juga melaporkan
bahwa, “Obama mengirim dua surat kepada pemimpin tertinggi Iran yang berusia 75
tahun itu selama paruh pertama tahun 2009, menyerukan perbaikan hubungan
AS-Iran…
Hubungan AS-Iran telah mencair dengan sebenar-benarnya sejak pemilu
Presiden Hasan Rouhani pada Juni 2013. Dia dan Obama saling menelepon selama 15
menit pada September 2013, pun Tuan Kerry dan Zarif secara reguler telah
mengadakan pembicaraan langsung mengenai diplomasi nuklir dan
permasalahan-permasalahan regional” dan “Departemen Luar Negeri telah
mengkonfirmasi bahwa para pejabat senior AS telah melakukan pembahasan mengenai
Iran dengan Zarif di sela-sela negosiasi nuklir di Wina. Para diplomat AS juga
telah mengirim pesan ke Teheran via pemerintahan Abadi di Baghdad dan melalui
kantor Ayatullah Tinggi Iraq Ali as Sistani, salah satu pemimpin agama Syi’ah
paling kuat di dunia. Menurut para pejabat AS, di antara pesan yang disampaikan
ke Teheran ialah operasi militer AS di Iraq dan Suriah tidak bertujuan untuk
melemahkan Teheran atau para sekutunya. ‘Kami mengirim pesan ke Iran melalui
pemerintah Iraq dan al Sistani bahwa tujuan kami ialah melawan ISIS,’ kata
seorang pejabat senior AS yang menjelaskan pembicaraan tersebut. ‘Kami tidak
memanfaatkan hal ini sebagai kesempatan untuk menduduki kembali Iraq atau
meruntuhkan Iran.’”
Setelah surat ini, pemimpin
Rofidhoh Khamenei menjawab sendiri dengan selembar surat kepada Obama. “Wall
Street Journal” melaporkannya di dalam artikel tertanggal “13 Februari 2015”
berjudul “Iran’s Ayatollah Sends New Letter to Obama amid Nuclear Talks”
(“Ayatullah Iran Mengirim Surat Baru kepada Obama di tengah-tengah Pembicaraan
Nuklir”) bahwa Khamenei merespon positif dengan surat yang mengupayakan untuk
mencari hubungan yang lebih baik dengan Amerika Serikat dan kerjasama lebih
lanjut melawan Daulah Islamiyyah.
Akan tetapi, sebenarnya kerjasama
sudah terjalin di lapangan untuk beberapa waktu. Pada “31 Agustus 2014,” “New
York Times” menerbitkan artikel berjudul“U.S. and Iran Unlikely Allies in Iraq
Battle” (“AS dan Iran adalah Sekutu yang Sulit Dipercaya di dalam Perang
Irak”). Mereka melaporkan bahwa seorang pejabat senior pemerintahan AS berkata,
“Kami tidak berkoordinasi dalam bentuk apa pun dengan milisi-milisi Syi’ah –
tetapi ia menyebut kemungkina terjadi dengan ISF [‘Pasukan Keamanan Iraq’],”
lalu komentarnya sebagai berikut, “Namun diketahui betul bahwa milisi-milisi
Syi’ah telah berperang bersama tentara Iraq selama beberapa bulan terakhir
ketika ancaman ISIS semakin nyata.” Kemudian di dalam artikel itu mereka
berkata bahwa “pemerintahan Obama telah berusaha menghindar agar tidak terlihat
berpihak dalam perang sektarian, khususnya karena milisi-milisi Syi’ah ditakuti
oleh orang-orang Sunni Iraq.
Akan tetapi, di akhir minggu ini, kenyataan di
lapangan mengesampingkan permasalahan apa pun mengenai dukungan bagi
milisi-milisi tersebut secara efektif.” Intinya, pihak Amerika bekerjasama
dengan Iran, militernya, dan milisinya, namun dilakukan melalui rezim Shofawiy
Iraq – meniru perbuatan orang-orang Yahudi yang bekerja tapi “tidak bekerja”
pada hari Sabtu meskipun ada larangan, dan karenanya mereka diubah menjadi kera
dan babi. Perbuatan ini serupa dengan klaim Jabhah Jawlaniy, yang mana mereka
mengaku tidak bekerjasama dengan thowaghit ketika bekerjasama dengan
faksi-faksi thowaghit…
Adapun kerjasama Amerika dengan
rezim Suriah, maka hal ini telah terjadi semenjak program penerjemahan AS yang
mengetahui banyaknya mujahidin yang dikirim ke Suriah hanya untuk kemudian
disiksa di tangan Ba’athist Nushairiyyah atas nama pihak Amerika. Rezim Suriah
juga menjadi dalang penghukum semua pendukung jihad di Suriah dalam melawan
Amerika di Iraq di masa bangkitnya gerakan Shohawat pro Amerika. Banyak faksi
Shohawat menempatkan pimpinan mereka di Suriah dan isi khutbah-khutbah Jum’at
digiring untuk mendukung mereka. Kerjasama AS-Suriah menjadi sangat nyata
akhir-akhir ini dalam serangan udara salibis. “Washington Post” melaporkan pada
tanggal “23 September 2014” dalam artikel berjudul “Syria Informed in Advance
of U.S.-Led Airstrikes against Islamic State” [Berbagi Informasi dengan Suriah
dalam Pergerakan Serangan Udara Pimpinan AS Melawan Daulah Islamiyyah] bahwa
seorang juru bicara wanita di Departemen Luar Negeri mengatakan, “Amerika
Serikat berbagi informasi dengan Suriah dalam pergerakan serangan udara
membombardir target-target tertentu termasuk pertahanan Daulah Islamiyyah.”
Artikel tersebut menambahkan bahwa hal ini “menandai diperlihatkannya interaksi
yang langka antara Washington dan wakil-wakil Presiden Suriah Bashar al Assad.
… Letnan Jenderal Militer William C. Mayville Jr., direktur Pentagon untuk
operasi militer, menggambarkan radar militer Suriah bertindak ‘pasif’ selama
terjadinya serangan udara, tidak ada upaya untuk membalasnya.… pemberian target
terkesan lebih kecil tapi penting oleh Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya
yang telah memberikan dukungan diplomatik dan militer terbatas kepada para
pemberontak yang berusaha menggulingkan Assad.
Perluasan serangan udara
pimpinan AS ke Suriah sekarang bisa membuka hubungan baru dengan pemerintahan
Assad … Kantor berita pemerintah Suriah Syrian Arab News Agency (SANA)
mengatakan, Amerika Serikat menginformasikan perwakilan Suriah ke Perserikatan
Bangsa-Bangsa bahwa pihaknya mengadakan serangan udara. [Juru bicara wanita
Departemen Luar Negeri AS Jen Psaki mengkonfirmasikan adanya kontak tersebut
tetapi tidak mengatakan kapan terjadinya.” Artikel tersebut juga merujuk sebuah
laporan “SANA” yang menyatakan Menteri Luar Negeri John Kerry telah mengirim
surat kepada Walid Muallem (menteri luar negeri rezim Nushairiyyah) yang
memberitahukan rencana para salibis untuk mulai menyerang posisi Daulah
Islamiyyah.
Menurut sebuah laporan Reuters
pada tanggal yang sama berjudul “Syria’s U.N. Envoy Says Told of Airstrikes by
Samantha Power” (“Duta Besar PBB untuk Suriah Mengatakan Adanya Pemberitahuan
Serangan Udara oleh Samantha Power”), Duta Besar PBB untuk Suriah Bashar
Ja’afari menginformasikan Reuters pada hari Selasa bahwa dia secara pribadi
diberitahu oleh Duta Besar AS Samantha Power bahwa serangan udara yang akan
segera terjadi oleh AS dan Arab menargetkan wilayah Suriah beberapa jam sebelum
waktu yang ditetapkan. Ja’afari berkata bahwa Power memberitahu dirinya sebagai
tambahan bahwa ‘kami berada dalam koordinasi yang dekat dengan Iraq.’ Utusan AS
mengkonfirmasikan bahwa Power telah memberitahu Ja’afari.”
Pernyataan ini kembali diulangi
oleh thoghut Bashar dalam sebuah wawancara dengan BBC pada tanggal “10 Februari
2015.” Di dalam artikel berjudul “Assad Says Syria Is Informed on Anti-IS Air
Campaign” (“Assad Mengatakan bahwa Suriah Diberitahu mengenai Serangan Udara
Anti-IS”), pihak BBC melaporkan, “Presiden Suriah Bashar al Assad mengatakan
bahwa pemerintahannya menerima pesan dari koalisi pimpinan AS untuk memerangi
kelompok jihad, Daulah Islamiyyah. Assad mengatakan kepada BBC bahwa tidak ada
kerjasama langsung sejak dimulainya serangan udara di Suriah pada bulan
September. Akan tetapi, kelompok-kelompok ketiga – di antaranya Iraq – membagi
‘informasi’ … mengenai serangan mendadak oleh pesawat-pesawat tempur AS dan
Arab atas Suriah.”
Amerika juga melayani kepentingan
rezim Suriah dengan mendukung PKK, sebuah partai yang bersekutu dekat dengan
pihak rezim semenjak awal revolusi bersenjata di Syam dan terus berperang
bersama di barisan rezim di Wilayah al Barakah. Amerika juga menuntut untuk
melindungi rezim Ba’ats dan tentaranya agar menjamin suatu transisi ke arah
negara pluralis yang sesuai dengan Dien yang dianut Amerika. Syarat mereka
sederhana sekali; menuntut thoghut Asad diganti tetapi rezim dan tentaranya
tetap utuh. Perbincangan ini kemudian ditanggapi serius di atas meja
perundingan dengan kelompok murtad Koalisi Nasional Suriah dan Tentara
Pembebasan Suriah (FSA).
Kabar terkait Amerika yang
melayani kepentingan rezim Suriah juga disoroti oleh mantan Menteri Pertahanan
AS Chuck Hagel. “Washington Times” melaporkan pada “30 Oktober 2014” dalam
artikel berjudul “Syria Airstrikes Spur White House Infighting over Benefit to
Assad” (“Serangan Udara Suriah Membuat Peperangan yang Dilakukan Gedung Putih
Menguntungkan Assad”) bahwa “Menteri Pertahanan Chuck Hagel mengakui untuk
pertama kalinya pada hari Kamis bahwa serangan udara pimpinan AS melawan Daulah
Islamiyyah akan menguntungkan Presiden Suriah Bashar Assad … ‘Ya, Assad
mengambil beberapa keuntungan,’ kata Hagel kepada para wartawan di Pentagon …
Sembari menggambarkan ruwetnya keadaan di Suriah, Hagel berkata bahwa
pemerintah terus meminta untuk menggulingkan Assad meskipun kenyataannya
pemerintah justru membantunya.” Laporan tersebut menambahkan bahwa sebuah
sumber pemerintah memberitahukan “pemikiran yang logis di antara beberapa orang
di dalam pemerintahan ialah dengan diserangnya aset Suriah, maka hal itu akan
merusak pembicaraan masalah nuklir antara AS dan Iran, sekutu dekat Assad.”
Bersambung
No comments:
Post a Comment