NASIHAT LUKMAN HAKIM: "WAHAI ANAKKU, TIADA AMALAN SOLEH TANPA KEYAKINAN DENGAN ALLAH TAALA. SESIAPA YANG MEMPUNYAI KEYAKINAN YANG LEMAH MAKA AMALANNYA JUGA MENJADI CACAT."

Blogger Widgets Blogspot Tutorial

Monday, 5 October 2015

KOALISI SHOHAWAT



Sambungan:
PERSEKONGKOLAN KUFFAR MEMERANGI DAULAH ISLAMIYAH
  



Shohawat pertama kali dinamai di Iraq tetapi telah muncul menjadi sebuah fenomena lebih awal sejak pasca Komunisme Afghanistan. Nama tersebut berasal dari kata Arab bermakna “kebangkitan.” Shohawat Iraq terdiri dari geng-geng bersenjata kabilah suku yang mulai mendukung para salibis Amerika melawan mujahidin pada “2005” sebelum berdirinya Daulah Islamiyyah. Kerjasama ini berkembang hingga ‘Abdus Sattar ar Risyawi membentuk majelis “Kebangkitan al Anbar,” salah satu shohawat resmi bikinan Amerika, yang diharapkan “bangkit” untuk menghadapi mujahidin. Majelis kabilah suku ini berpihak kepada shohawat yang berbentuk faksi-faksi melawan Daulah Islamiyyah di mana kebanyakan dari mereka telah dikendalikan secara kesukuan.

Shohawat yang berbentuk faksi-faksi ini bisa diklasifikasikan ke dalam dua kelompok:

faksi perlawanan nasionalis yang bermanhajkan Ikhwani dan faksi “jihad” nasionalis bermanhajkan Sururiyyah.[2]

Faksi-faksi “jihad” (“Jaisyul Islam fil Iraq,” “Jaisyul Mujahidin,” dan “Majelis Syar’i Jaisy Anshar As-Sunnah,”[3] dan lain-lain) membentuk “Front Jihad dan Reformasi.”

Faksi-faksi perlawanan (“Brigade Revolusi 1920,” “Jaisy Ar Rasyidin,” “Jaisyul Muslimin Fil ‘Iraq,” dan lain-lain) membentuk “Front Jihad dan Perubahan,” mengikuti pembentukan sebuah koalisi perlawanan lainnya yang dikenal dengan “Front Islam untuk Perlawanan Iraq.” Berbagai faksi perlawanan dan “jihad” dalam koalisi-koalisi yang lebih kecil ini akhirnya bergabung ke dalam “Majelis Politik untuk Perlawanan Iraq,” sedangkan beberapa kelompok yang lebih kecil tetap berada di pinggir lapangan yang akhirnya menghadapi kematian. Semua bentuk front dan majelis ini secara nyata dipengaruhi dan disusupi oleh “Hizbul Islami,” cabang Ikhwanul Muslimin di Iraq. Tidak lama setelah terbentuknya berbagai front dan majelis ini, “jihad” mereka berubah menjadi pernyataan-pernyataan politik tanpa realita di lapangan.

Perang mereka hanyalah perang melawan Daulah Islamiyyah, karena mereka telah mengikat perjanjian dengan Amerika dan memutuskan bahwa kelompok yang disebut dengan “Khowarij” adalah musuh Islam yang lebih besar!

“Ikhwanisasi” “jihad” menjadi dalang atas pengkhianatan dan penyimpangan Burhanuddin Rabbani, Ahmad Syah Massoud, dan Abdul Rasul Sayyaf di Afganistan, Abdullo Nuri di Tajikistan, Abdelhakim Belhadj, Abdel Wahab Qaid, Abdel Hakim al Hasidi, dan Sami Mushthafa as ‘Sa’idi di Libya, Syarif Syaikh Ahmad di Somalia, Mohamed Abu Samra, Kamal Habib, Nabil Na’iim, Karam Zuhdi, Abbud al Zumar, Thoriq al Zumar, Najih Ibrahim, Usamah Hafizh, ‘Ashim ‘Abdil Majid, ‘Ashim Darbalah, ‘Abdul Akhir al Ghonaimi, dan Usamah Rusydi di Mesir, serta Hamas di Palestina.[4]

“Ikhwanisasi” “jihad”-lah yang menghantarkan terbentuknya kongres “Fajar Libya” dan kelompok “Majelis Komando Revolusioner Suriah” al Ikhwan yang bersekutu dengan kelompok al Ikhwan Suriah “Koalisi Nasional Suriah” dan “pemerintahan interim”-nya.

“Ikhwanisasi” “jihad”-lah yang membawa terbentuknya, bergabungnya, dan terpecahnya berbagai front dan ruang operasi bersama di Syam dalam suatu bentuk yang sangat serupa dengan yang ada di Iraq. Dengan satu pengecualian dalam aspek penting, yakni faksi-faksi shohawat di Iraq merupakan faksi yang sebelumnya berperang melawan salibis Amerika, menjadikan normalisasi hubungan dengan para salibis menjadi sesuatu yang aneh. Adapun faksi-faksi shohawat di Syam, sejak awal perang di Syam, mereka mengemis-ngemis meminta intervensi atau minimal bantuan dari Amerika, Eropa, Arab, dan Turki dan telah membuat mereka semakin dekat dengan beragam pendukung dan sekutu, baik secara terbuka maupun tertutup, membuat perubahan mereka menjadi shohawat tergolong sesuatu yang alami dan bisa diduga.


Seperti halnya shohawat Iraq, maka di Syam terdapat faksi-faksi perlawanan nasionalis (“Jaisyul Mujahidin,” “Jabhah Syamiyyah,” “Failaq asy Syam,” dsb.) dan faksi-faksi “jihad” nasionalis (“Ahrar asy Syam,” “Jaisyul Islam,” dan Jabhah Jawlani). Dan seperti beragam front dan majelis yang terbentuk di Iraq di mana para faksi anggotanya berjanji sepenuhnya untuk bersatu padu namun kemudian terpecah dan tidak pernah mencapai persatuan yang mereka inginkan, maka beragam koalisi dan front di Syam seperti “Jabhah Islamiyyah” dan “Jaisyul Fath” yang berisi faksi-faksi independen juga menolak bergabung menjadi entitas yang lebih besar dan menginginkan perpecahan yang lebih dalam. Penyakit hizbiyyah dan cinta kepemimpinanlah yang senantiasa menggerogoti mereka, disamping kesesatan mereka yang sangat besar.

Perpecahan yang terus terjadi dan mendalam inilah yang membuat Amerika memilih rezim Shofawiy di Iraq daripada proyek Shohawat. Akhirnya Amerika meninggalkan Shohawat murtad menuju hasrat dan hawa nafsu “faqih” Shofawiy Iran yang kemudian mengkhianati mereka, padahal di era Shohawat bertahun-tahun lamanya Shohawat melayani kepentingan rezim Shofawiy di Iraq dan salibis.

Pihak shohawat – baik yang berada di Syam, Iraq, Libya, Pakistan, Afghanistan, Yaman, maupun tempat lainnya – di samping para pemimpin mereka bepergian dari Yordania lalu Arab “Saudi,” kemudian Kuwait, lalu Qatar, lalu Turki, lalu Inggris, lalu Amerika Serikat, hanya memiliki satu hal yang sama; mereka adalah penganut Machiavellian. Bagi mereka, tujuan menghalalkan segala cara. Dan oleh karenanya, “kebaikan” apa saja yang diperoleh atau “kepentingan” apa saja yang dikejar membenarkan kemurtadan dan kemunafikan. Mereka tidak mengambil pendapat yang didasarkan pada dalil, namun mereka mencari pendapat lemah dan ganjil guna mengejar tahta, harta, dan kehormatan, serta menghalalkan wala’ kepada kuffar dan berbaro’ah dari Muslimin. Ketika perbuatan mereka tampak nyata dengan berperang di jalan salibis dan thowaghit melawan Islam dan kaum Muslimin, mereka berupaya mencitrakan diri mereka guna melegalkan permintaan bantuan  pada kuffar dengan dalih memerangi apa yang dituduh sebagai “Khowarij”! Kemudian faksi “jihad” yang beragam tersebut – dikendalikan oleh paham irja’ dan hizbiyyah – menjadi murtad dan bersekutu dengan faksi-faksi nasionalis melawan musuh bersama, yaitu “Khowarij”, sembari mengada-adakan udzur bagi kafirnya sekutu nasionalis mereka untuk mencitrakan sekutu mereka tersebut sebagai Muslim yang salah dalam melawan musuh berbahaya. Oleh karenanya, mereka udzur kekafiran apa pun yang dilakukan demi “membela diri”! Barangkali tidak lama lagi fanatisme mereka akan menimpa mereka, hingga mereka akan saling menyalahkan demi mendapatkan dominasi politik atas tanah yang tak seberapa yang telah mereka “bebaskan.”

  
Bersambung









No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Nasihat Lukman Al-Hakim: “Anakku, apabila sesiapa datang kepada kamu dengan aduan bahawa si anu telah mencabut kedua-dua biji matanya dan kamu lihat dengan mata kepala sendiri bahawa kedua-dua biji matanya tercabut, namun janganlah kamu sampai kepada sesuatu kesimpulan sebelum kamu mendengar pihak yang lain. Tidak mustahil orang membuat aduan itulah yang mula-mula mencabut mata orang lain, boleh jadi sebelum kehilangan kedua-dua biji matanya dia telah mencabutkan empat biji mata orang lain.”