Adab Islam dalam
Menerima Kabar: Tafsir QS. Al Hujurat : 6
Jum`at, 13
Jumadil Tsaniyah 1436 Bahasan,
Featured
Shoutussalam –
Segala puji bagi Allah, sholawat dan salam semoga selalu terlimpahkan untuk
Nabi Muhammad sholallahu ‘alaihi wa sallam beserta para keluarganya, dan para
sahabatnya. Amma ba’d:
Allah ‘azza wa
jalla berfirman di dalam Al-Furqan:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن جَاءكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ فَتَبَيَّنُوا أَن تُصِيبُوا قَوْماً بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
“Hai orang-orang
yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka
periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu
kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas
perbuatanmu itu.”(QS.Al Hujurat : 6)
Tafsir Ayat:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ “Hai
orang-orang yang beriman”: adalah maskudnya orang-orang mukmin yang beriman
kepada Allah dan Rasulullah saw, wujud keimanan mereka adalah meyakini serta
mewujudkan dengan amal atas kesetiaan kepada segala apa yang diberikan Allah
dan Rasul-Nya, baik itu firman-Nya, Perintah dan larangan-Nya dan segala
kuasa-Nya. Dan orang yang keluar dari ketaatan kepada Allah dan Rasulullah saw
adalah orang yang fasik.
Selain itu
panggilan disini ditunjukan kepada orang beriman “Hai orang-orang yang
beriman”, ini menunjukan bahwa isi ayat ini adalah hal penting yang harus
diperhatikan oleh setiap orang beriman. Dan panggilan ini berisfat khusus yang
ditunjukan kepada orang beriman agar mereka sadar akan keimanan. Bahwa ia dalah
orang beriman yang keimanan itu jangan sampai lepas selaku status orang
tersebut dan dari hatinya. Demikian yang dijelaskan oleh Abu Su’ud dalam
tafsirnya (Jilid VII/Halaman: 581)
إِن جَاءكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ
“jika datang
kepadamu orang fasik membawa suatu berita”: adalah seseorang yang membawa
berita sedang status pembawa berita tersebut adalah orang yang fasik. Al Hafiz
Imam Ibnu Katsir berkata: Fasik itu yakni menyimpang dari jalan keta’atan
kepada Allah dan Rasul-Nya. Fasik sendiri artinya keluar, Tikus dinamai hewan
yang fasik sebab tikus keluar dari liangnya untuk berlaku kerusakan (tidak
ta’at, sebab keta’atan itu dekat dengan perbaikan bukan kerusakan). Penjelasan
Ibnu Katsir ini ada ketika beliau menafsirkan QS.At Taubah ayat 96.
فَتَبَيَّنُوا أَن تُصِيبُوا قَوْماً بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
“maka periksalah
dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa
mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu”: adalah
bahwasanya adab dalam menerima berita adalah dengan tabayyunyaitu klarifikasi
atau cek and recek atas berita tersebut agar adanya kejelasan berita dan
keakuratan kebenaranya, sebab warta dan fakta terkadang berbeda.
Syaikh Muhammad
Ali Ash-Shabuni menjelaskan bahwa ayat ini adalah suatu keharusan akan
pengecekan suatu berita, dan juga keharaman akan berpegang kepada berita
orang-orang yang fasik yang banyak menimbulkan bahaya. Ayat ini mengajarkan
bahwa mencari kebenaran berita serta tidak mempercayai berita yang dibawa oleh
orang yang fasik yang menentang Allah adalah suatu keharusan.
Sebab berpegang
kepada berita yang belum jelas kebenaranya , terlebih berita yang disebarkan
oleh orang fasik ini membahayakan dari dua sisi. Yaitu, Sisi dari sumber berita dan jenis berita, berita
yang dibawa oleh orang fasik berkemungkinan adalah berita yang munkar oleh
sebab kedengkian dan kejelekan sikap yang ada pada dirinya. Dan juga jenis
berita yang dibawa oleh orang fasik biasanya juga berjenis berita yang munkar.
Seperti
contohnya orang yang mengikuti hawa nafsu dan buruk akhlaknya yang menyebarkan
berita bahwa diperbolehkan nikah mut’ah (kontrak) dalam Islam. Namun setelah
diteliti akan kebenaran berita itu, ternyata Islam justru mengharamkan nikah
mut’ah. Bayangkan jika ada seseorang menerima berita itu mentah-mentah tanpa
ada pegecekan terlebih dahulu, maka banyak orang yang terjebak dalam nikah
haram yang bernama nikah mut’ah atau kawin kontrak. Sungguh jika sedemikian,
ini artinya adalah suatu musibah atas suatu kaum.
Dan juga
bahwasanya jika mengikuti berita yang ternyata adalah berita munkar (dusta
,salah atau palsu) maka hal itu akan menimbulkan penyesalan oleh sebab menyesatkan dan menjerumuskan
dalam kemunkaran. Sebagaimana seorang
Ibu-Ibu yang turut serta menyebarkan berita gosip atas seseorang,padahal
ternyata gosip itu belum tentu benar. Dalam menggosip bila benar dinamai ghibah
dan bila salah dinamai fitnah. Ternyata dengan mentahnya sang Ibu ini menerima
saja berita gosip itu dan menyebarkan berita itu bahkan menghukumi orang yang
digosipi dengan berita gosip tersebut. Maka sang ibu penyebar gosip ini
termasuk orang yang fasik (karena berghibah ) serta turut menyebar fitnah
(berita dusta), selain itu orang yang Ibu gosipi ini telah terzalimi dan
terjadi keruskan padanya atas gosip tersebut.
As Syaikh Ali As
Shabuni berkata: “Sebelum menghukumi seseorang, seharusnya diadakan suatu
penelitian yang cermat, tidak hanya dengan modal mendengar berita. Hal ini
dikarenakan agar tidak terjadi kezaliman dan permusuhan diantara sesama”.
Berita dan
Pewarta Berita
Berita adalah
segala sesuatu kabar atau informasi akan sesuatu, sedang pewarta berita adalah
seseorang yang menyampaikan berita. Mengenai kabar atau informasi ini terdapat
banyak jenisnya, mulai dari peristiwa, perkataan atau ilmu termasuk dalam
berita.
Ketika ada
seorang guru memberikan ilmu, itu sama halnya ia sedang memberikan berita atau
informasi. Maka sebagai murid yang baik hendaknya tidak mudah mengikuti ilmu
tersebut (taqlid), hendaknya sang murid mengetahui dan menanyakan latar
belakang keilmiyahan ilmu yang disampaikan itu. Ini semua agar sang murid tidak
menjadi seorang pengikut ilmu yang buta (taqlid buta), salah-salah ilmu itu
bisa jadi ilmu yang tidak ilmiyah dan ilmu yang salah. Seorang guru yang
ilmiyah, ia akan menjelaskan keilmiyahan akan ilmu yang disampaikan.
Ibnu Qayim dalam
I’lam Muwaqi’in berkata bahwa: “Seharusnya seorang Ulama bila mengajarkan
suatu ilmu (fatwa), hendaknya ia juga turut menjelaskan dalil-dalil akan ilmu tersebut
agar murid yang mengikutinya paham.”
Selain itu juga
ketika seseorang mendapatkan suatu kabar perkataan akan orang lain, hendaknya
ia mengetahui riwayat penyampaian perkataan tersebut. jangan sampai ada dusta
akan perkataan yang dinisbatkan kepada orang yang salah. Sebagaimana ada orang
yang gemar menisbatkan suatu perkataan pada orang lain, padahal orang yang
dinisbatkan ini tidak pernah berkata demikian namun dinisbatkan akan orang
tersebut.
Dan yang
terakhir adalah suatu peristiwa, banyak berita-berita dusta akan suatu
peristiwa yang diwartakan. Yang sebenarnya peristiwa itu tidak terjadi,namun
diberitakan bahwa peristiwa itu terjadi. Maka sebagai penerima berita hendaknya
pandai-pandai melakukan tabayyun (klarifikasi) atas segala berita yang sampai
padanya agar tidak berbuat kerusakan akan berita yang didapat.
Seperti
contohnya berita dusta atas kasus kebun opium (Narkoba) yang ada di Afghanistan ,
pemerintah Amerika mengatakan bahwa Taliban (pejuang Afganistan) memiliki kebun
opium di Afganisthan. Dan hasil opium itu digunakan untuk jihad dan membeli
senjata. Ternyata setelah disidik dan diteliti beberapa waktu kemudian, berita
tersebut adalah dusta dan fitnah kepada mujahidin Taliban yang dikarang oleh
Amerika untuk menjelekan Jihad dan Mujahidin Afghanistan.
Maka orang yang
turut memberitakan berita dusta Amerika ini benar-benar ceroboh karena
terpancing kedustaan Amerika, mempercayai berita dari orang fasik (masih islam)
saja harus di teliti kebenaranya. Terlebih kabar berita dari Amerika yang tidak
hanya fasik melainkan kafir dan memusuhi islam.
Mengikuti berita
yang benar maka akan mendapatkan informasi yang akurat dan wawasan yang
bermanfaat, namun mengikuti berita yang salah maka akan menimbulkan kedzaliman
dan keruskan (fitnah). Dan untuk semua itu diperlukan adanyatabayyun yang
cermat dan teliti. Inilah perintah Allah pada hamba-Nya.
Mutiara Tafsir
Mengenai QS.Al
Hujurat ayat 6 ini, Syaikh Ali As Shabuni memberikan tiga poin penilaian
penting:
- Bahwa ayat ini termasuk ayat yang mengajarkan adab dan akhlak yang baik, yaitu keharusan mengklarifikasi akan suatu berita agar tidak mudah mengikuti kabar berita yang tidak bertanggung jawab. Dan juga tidak mudah menghukumi orang dengan berbekal informasi yang samar dan tidak pasti kebenaranya. Sebab salah-salah jika tidak mengindahkan adab ini, maka akan menzalimi orang lain dan membuat fitnah atau kerusakan atas suatu kaum.
- Hikmah disyariatkanya mentabayunkan akan suatu berita ini adalah agar umat muslim tidak mudah terprofokasi berita-berita tidak bertanggung jawab yang disebarkan oleh musuh-musuh islam. Dimana dewasa ini musuh-musuh islam senantiasa menghembuskan berita-berita sesat ditengah umat islam, dengan tujuan untuk membuat permusuhan antar sesama umat dan merusak agama serta ukhuwah islamiyah.
- Fitnah dan kerusakan ditengah umat diawali dengan adanya suatu kedustaan dan hasutan. Maka dari itu janganlah mengikuti kedustaan, cek dan teliti lebih dalam dan cermat agar tidak mengikuti suatu kedustaan. Dan hendaknya tidak mudah terhasut dengan cara menjadi manusia cerdas yang gemar melakukan klarifikasi antar sesama agar adanya suatu kejelasan dan kelancaran komunikasi antar sesama
Dan menurut
Syaikh Abu Bakar Al Jazairi bahwa haram hukumnya mengikuti dan menghukumi
dengan kabar sepihak dan kabar praduga (tidak jelas) atas sesuatu sehingga
setelah itu dapat menimbulkan suatu penyesalan (karena bersalah dan memunculkan
kerusakan) baik di dunia atau akhirat. Serta wajib mengklarifikasi atas berita
dari seseorang agar tidak menimbulkan suatu hal yang membahayakan atas orang
lain dan dirinya.
Dalam suatu
riwayat di kemukakan bahwa Al- Harits menghadap Rasulullah saw. Beliau
mengajaknya untuk masuk Islam. Ia pun berikrar menyatakan diri untuk masuk
Islam. Rasulullah saw mengajaknya untuk mengeluarkan zakat, ia pun menyanggupi
kewajiban itu, dan berkata; “ Ya Rasulullah, aku akan pulang kekaumku untuk
mengajak mereka masuk Islam dan menunaikan zakat. Orang – orang yang mengikuti
ajakanku akan ku kumpulkan zakatnya. Apabila telah tiba waktunya, kirimlah utusan
untuk mengambil zakat yang telah ku kumpulkan itu. “
Ketika Al-
Harits telah banyak mengumpulkan zakat, dan waktu yang telah di tetapkan telah
tiba, tak seorang utusan pun menemuinya. Al- Harits mengira telah terjadi
sesuatu yang menyebabkan Rasulullah saw marah kepadanya. Ia pun telah memanggil
para hartawan kaumnya dan berkata, ”Sesungguhnya Rasulullah saw telah
menetapkan waktu untuk mengutus seseorang untuk mengambil zakat yang telah ada
padaku, dan beliau tidak pernah menyalahi janjinya. Akan tetapi saya tidak tahu
mengapa beliau menangguhkan utusannya itu. Mungkinkah beliau marah? Mari kita
berangkat menghadap Rasulullah saw.
Rasulullah saw,
sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan, mengutus Al- Walid bin Uqbah untuk
mengambil dan menerima zakat yang ada pada Al- Harits. Ketika Al-Walid
berangkat, di perjalanan hatinya merasa gentar, lalu ia pun pulang sebelum
sampai ketempat yang dituju. Ia melaporkan (laporan palsu) kepada Rasulullah
saw bahwa Al-Harits tidak mau menyerahkan zakat kepadanya, bahkan mengancam
akan membunuhnya.
Kemudian
Rasulullah saw mengirim utusan berikutnya kepada Al-Harits. Ditengah
perjalanan, utusan itu berpapasan dengan Al-Harits dan sahabat- sahabat nya
yang tengah menuju ketempat Rasulullah saw. Setelah berhadap- hadapan , Al-Harits
menanyai utusan itu; “ Kepada siapa engkau di utus?” Utusan itu menjawab; “
Kami di utus kepadamu.” Dia bertanya; “Mengapa?“ Mereka menjawab; ”Sesungguhnya Rasulullah saw telah mengutus Al-Walid bin Uqbah. Namun, ia
mengatakan bahwa engkau tidak mau menyerahkan zakat, bahkan bermaksud
membunuhnya.” Al-Harits menjawab ; “Demi Allah yang telah mengutus Muhammad
dengan sebenar- benarnya, aku tidak melihatnya. Tidak ada yang datang kepadaku.
Ketika mereka
sampai dihadapan Rasulullah saw, bertanyalah beliau; ” Mengapa engkau menahan
zakat dan akan membunuh utusanku?” Al-Harits menjawab; ”Demi Allah yang telah
mengutus engkau sebenar- benarnya, aku tidak berbuat demikian.” Maka turunlah
ayat ini (QS. 49 Al-Hujurat :6) sebagai peringatan kepada kaum mukminin agar
tidak hanya menerima keterangan dari sebelah pihak.
Allahu’alam bis
shawab
[M/mukmin]
No comments:
Post a Comment