Memenggal Kepala Bolehkah dalam Islam ? (bagian 2)
Rabu, 03 Shafar 1436 Bahasan, Featured
Lanjutan Bagian 1
Oleh Syaikh Mahmud ibn Husein
Terjemah oleh: Zonder
Ibnu ‘Athiyah berkata:
“Di dalam Al-Muharrar al-Wajiz: (Maka tebaslah batang leher mereka)
adalah bentuk mashdar (kata dasar) yang bermakna fi’l (kata kerja), artinya:
maka tebaslah batang leher mereka. Dan disebutkan salah satu jenis cara
membunuh yang paling dikenal dan dimengerti”.
Ibnu Katsir berkata di dalam
tafsirnya:
“Allah Ta’ala berfirman memberi bimbingan kepada orang-orang yang
beriman terhadap hal yang bisa dijadikan sandaran dalam perang mereka melawan
orang-orang musyrik; (“Maka apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir (di medan perang), maka
tebaslah batang leher mereka.”) yakni: apabila kamu berhadap-hadapan dengan
mereka (di medan
perang-pent) maka intailah mereka dengan ketat menggunakan pedang”.
Al-Mawardi berkata dalam Al-Ahkam
As-Sulthaniah:
“Maka (bagi amir) dalam masalah tawanan boleh memilih hal yang paling
mashlahat dari empat hal; yang pertama: dengan membunuh mereka dengan memenggal
kepala mereka…”.
Betapa banyak kita membaca hadits
tentang sahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang meminta izin kepada
beliau untuk memenggal kepala beberapa orang, dan Nabi tidak mengingkari akan
hal itu, hanya saja Nabi menolak karena beberapa sebab seperti yang disebutkan
dalam hadits-hadits, dan di antara mereka yang meminta kepada Nabi shallallahu
alaihi wa sallam untuk memenggal kepala adalah: Umar dan Khalid Radhiyallahu
anhuma ketika keduanya ingin memenggal kepala Dzul Khuwaishirah At-Tamimi, dan
Umar bin Khaththab radhiyallahu anhu yang ingin memenggal kepala Ibnu Shayyad
dan kepala Hathib bin Abi Balta’ah, dan perintah Rasulullah shallallahu alaihi
wa sallam kepada paman Al-Barra untuk me-menggal kepala seorang laki-laki yang
menikahi istri ayahnya, dan permintaan Abu Barzah kepada Abu Bakar untuk
memenggal seorang laki-laki yang berbuat kasar kepada Abu Bakar, dan ketika ada
seorang ahlul kitab berkata kepada Nabi ‘As-Samu alaikum’ (kematian atasmu)
Umar meminta izin untuk memeng-gal lehernya, dan juga Mu’adz ketika tiba di
Yaman dia tidak duduk di Majlis Abu Musa hingga dia me-menggal seorang Yahudi
murtad sebagai ‘hukum Allah dan hukum Rasul-Nya’. Dan kaum muslimin pernah
menggali parit di pasar Madinah untuk orang Yahudi Bani Quraizhah. Kemudian
mereka diperintah untuk menggiring orang-orang Yahudi itu ke parit kelompok
demi kelompok, lalu dipenggallah leher mereka di atas parit itu sebagai hukum
Allah dari langit ketujuh.
Memenggal kepala adalah perkara
yang maklum, masyhur dan diamalkan tanpa ada pengingkaran, baik di masa Nabi,
masa Khulafaur Rasyidin dan setelah masa mereka hingga waktu penjajahan
orang-orang Nashrani atas negeri-negeri kaum muslimin pada abad yang lalu,
orang-orang salib ini telah memerangi makna-makna syariat, membuat rancu agama,
dan meyakinkan kaum muslimin bahwa agama Islam adalah agama perdamaian, kasih
sayang, cinta dan toleransi, tidak ada darah, pembunuhan dan peperang-an, dan
keadaan kaum muslimin tetap seperti ini hingga Allah menghidupkan kembali
sunnah memotong kepala lewat tangan mujahid penyembelih Abu Mush’ab Az-Zarqawi
rahimahullah, semoga Allah meneri-manya sebagai syuhada.
BEBERAPA ATSAR YANG MENUNJUKKAN
BOLEHNYA MEMOTONG KEPALA
Disebutkan di dalam Mushannaf
Ibnu Abi Syaibah, ‘Bab Membawa Kepala’;
“… Abu Nadhrah menceritakan; suatu ketika Rasulullah bertemu musuh,
maka beliau bersabda kepada para sahabatnya; ‘siapakah dari kalian yang dapat
membawa kepala, maka atas Allah (untuk memenuhi) apa yang diinginkannya”.
Berkata Ibnu At-Turkamani di
dalam Al-Jauhar An-Naqiy [‘ala As-Sunan Al-Kubra lil Baihaqi]: “Dan yang
diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Al-Marasil…dari Abu Nadhrah dia berkata;
‘Suatu ketika Nabi shallal-lahu alaihi wa sallam bertemu dengan musuh, maka
beliau bersabda;
‘Siapa yang dapat membawa kepala (musuh), maka atas Allah apa (untuk
memenuhi) apa yang dia inginkan’. Maka datanglah dua orang yang membawa satu
kepala dan mereka berdua berselisih, lalu nabi memutuskan atas salah satu dari
keduanya… dan ini adalah hadits munqathi’. Jika hadits ini kuat, maka di
dalamnya ada dorongan untuk membunuh musuh, tapi tidak ada dalil di dalamnya
tentang memindahkan kepala dari negeri syirik menuju negeri Islam”.
Dan menurut Ibnu Abi Syaibah
rahimahullah; dari Al-Barra ibn ‘Azib berkata;
“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengutus utusan kepada seorang
laki-laki yang telah menikahi istri bapak (utusan itu), beliau memerintahkan
untuk mendatangkan kepalanya…” dan juga menurutnya, dari Abu Ubaidah berkata,
ber-kata Abdullah; “kami ikut serta dalam perang Badar, aku, Sa’ad dan Ammar,
maka datanglah Sa’ad mem-bawa dua kepala…” dan juga menurutnya; dari Hunaidah
ibn Khalid al-Khuza’i berkata; “Sesungguhnya kepala pertama yang dihadiahkan di
dalam Islam adalah kepala Ibnu al-Hamaq, yang dihadiahkan kepada Muawiyah”.
Ibnu Katsir rahimahullah di dalam
tafsirnya berkata:
“Berkata Ibnu Ishaq: beberapa laki-laki
Bani Makhzum meyakini bahwa Ibnu Mas’ud pernah berkata: “berkata (Abu Jahal)
kepadaku: ‘Engkau telah mendaki tempat yang sulit hei penggembala kambing yang
kerdil…” dia (Ibnu Mas’ud) berkata: “Lalu aku memutus kepalanya, kemudian aku
membawanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan aku berkata;
‘Wahai Rasulullah, ini adalah kepala musuh Allah”. Rasulullah menjawab;
“benarkah, demi Allah yang tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia?”
dan itu adalah sumpah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, lalu aku (Ibnu
Mas’ud) menjawab: “Ya, demi Allah yang tidak ada tuhan (yang berhak disembah)
selain Dia”. Lalu aku melemparkan kepala itu ke hadapan Rasulullah, dan beliau
pun membaca hamdalah”. Seperti ini yang disebutkan oleh Ibnu Ishaq”.
Dan diriwayatkan oleh Al-Baihaqi
dari jalur Muhammad ibn Yahya ibn Sahl ibn Hutsmah, dari ayahnya, dari
kakeknya; bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ketika menerima
para tawanan perang ketika itu sedang berada di ‘Irqu Zhabiyyah beliau
memerintah Ashim ibn Tsabit untuk memenggal kepala ‘Uqbah ibn Abu Mu’aith
secara shabran (dalam keadaan ditawan dan tanpa perlawanan - pent), dia
berkata; “Hai Muhammad, apa balasan bagi Shabiyyah?” Rasulullah menjawab:
“Neraka”. (diriwayatkan oleh Ad-Daruquthni). Ini terjadi pada perang Badr, dan
saat itu juga dibunuh secara shabran bersamanya An-Nadhar bin Al-Harits al-Abdi
dan Thu’aimah ibn Adi.
Dan diriwayatkan oleh para ahli
sirah bahwa para malaikat memenggal kepala orang-orang kafir pada saat perang
Badar, disebutkan di dalam Al-Bidayah wa An-Nihayah karya Ibnu Katsir;
diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dari Abu Umamah bin Sahl, dari ayahnya berkata;
“Wahai anakku, sungguh aku pernah melihat kami di saat perang Badar, bahwa ada
salah satu dari kami yang mengincar kepala orang musyrik, tapi tiba-tiba kepala
itu telah terlepas dari tubuhnya sebelum pedangnya sampai menebasnya…” dan
berkata Ibnu Ishaq: “ayahku berkata, seorang laki-laki dari Bani Mazin berkata,
dari Abu Waqid al-Laitsi, dia berkata; “Aku sedang membuntuti seorang laki-laki
musyrik pada perang Badar untuk menebasnya, tapi tiba-tiba kepalanya terjatuh
sebelum pedangku sampi kepadanya, maka aku tahu saat itu ada orang lain yang
telah membunuhnya”.
Ibnu Katsir berkata di dalam
al-Bidayah wa An-Nihayah: “Dari Abu Bardah bin Nayyar berkata; ‘Pada perang
Badar aku datang membawa tiga kepala, lalu aku letakkan semuanya di hadapan
Rasulullah shallal-lahu alaihi wa sallam, lalu aku berkata; “Adapun dua kepala
itu, maka aku yang membunuhnya, sedang-kan yang satunya, aku melihat seorang
laki-laki yang tinggi yang menebasnya hingga menggelinding di ha-dapannya, lalu
aku mengambil kepalanya.” Lalu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
bersabda; “laki-laki itu adalah Malaikat”.
Disebutkan oleh Ibnu Abi Syaibah
kisah tentang Abu Bakar dan kepala yang dibawakan kepadanya di dalam bab ‘Bab
Membawa Kepala’. Dan ada perbedaan besar - sebagaimana yang telah kami sebutkan
- antara membawa/memindahkan kepala dan memotongnya atau menyembelihnya, adapun
yang pertama (memindahkan kepala-pent) maka ini yang menjadi perselisihan,
sedangkan hal kedua maka aku tidak melihat adanya perbedaan pendapat antara
para ulama, maka siapa yang mendapati adanya perbedaan pendapat dalam bolehnya
memotong kepala, maka beritahulah kami…
Berkata Ibnu Syaibah di dalam
Mushannafnya: dari Yazid bin Abu Habib al-Mishri, dia berkata: “Abu Bakar atau
Umar (Al-Auza’i ragu) mengutus Uqbah bin Amir al-Juhani dan Maslamah bin
Mukhallad al-Anshari ke Mesir, dia berkata; “Maka mereka berhasil membukanya,
lalu mengirimkan kepadanya kepala Yannaq al-Batriq (seorang komandan perang
Romawi), dan ketika beliau melihat hal itu, beliau mengingkarinya, dia berkata;
“sesungguhnya mereka memperlakukan kita seperti ini” maka beliau menjawab;
“Kita mengi-kuti tata cara orang Persia dan Romawi? Janganlah kalian
mengirimkan kepada kami kepala, tapi bagi kita cukup dengan surat dan berita”. (Dia berkata di dalam
Kanzu Al-Ummal: “Berkata Ibnu Katsir; sanadnya shahih).
Di dalam As-Sunan al-Kubra karya
Al-Baihaqi, pada Bab Tentang Memindahkan Kepala; “Amru bin al-Ash dan Syarahbil
bin Abu Hasnah mengutus Uqbah untuk menyampaikan berita kepada Abu Bakar
Ash-Shidiq radhiyallahu anhu dengan membawa kepala Yannaq Batriq dari Syam.
(dan riwayat di dalam As-Sunan Al-Kubra milik An-Nasai dari Abdullah bin
al-Mubarak dari Said bin Yazid). Berkata Ibnu al-Jawaliqi: “Batrik dalam bahasa
Romawi berarti komandan, yakni pemimpin pasukan, bentuk jamaknya Bathariqah
(Tahdzib al-Asma wa Al-Lughat). Sesungguhnya pengingkaran Abu Bakar bukan pada
pemenggalan kepala, tetapi beliau mengingkari pemindahan kepala dari Mesir ke
Madinah, buktinya adalah perkataan beliau; “…Sesungguhnya cukup bagi kita
dengan surat
dan berita”.
Berkata Asy-Syarakhsi di dalam
Syarh Siyar al-Kabir: “[Bab Membawa Kepala Ke Hadapan Pemimpin]”. Di-sebutkan
dari Uqbah bin Amir al-Juhani radhiyallahu anhu bahwa dia menemui Abu Bakar
ash-Shidiq radhiyallahu anhu dengan membawa kepala Yannaq Batrik, dan beliau
mengingkari hal itu.
Lalu dikatakan padanya; “Wahai
khalifah Rasulullah, sesungguhnya mereka melakukan hal ini kepada kami”. Abu
Bakar menjawab; “Kita meniru orang Persia dan Romawi? Jangan bawakan
kepadaku kepala, cukup tulisan surat
dan berita”.
Dalam riwayat lain, beliau
berkata kepada mereka; “Kalian telah berlebihan” maksudnya melampaui batas.
Dalam riwayat yang lain beliau menulis surat
kepada pekerjanya di Syam; “Janganlah mengirimkan kepala kepadaku, akan tetapi
cukup dengan tulisan dan berita”.
Sebagian para ulama mengambil
kesimpulan sesuai dengan zhahir hadits ini, mereka berkata; “Tidak
diperbolehkan membawa kepala kepada pemimpin, kerena itu termasuk bangkai. Maka
yang terbaik adalah menguburnya untuk menutup sesuatu yang mengganggu, dan
karena mempertontonkan kepala termasuk mutslah (cincang) dan Rasulullah
shallallahu alalihi wa sallam telah melarang untuk mencincang walau itu seekor
anjing hitam”. Dan Abu Bakr telah menjelaskan bahwa hal ini termasuk perbuatan
ja-hiliah dan kita telah dilarang untuk menyerupai mereka.
Kebanyakan guru kami – semoga
Allah merahmati mereka – berpendapat, jika hal itu membuat kedukaan dan sakit
hati pada musuh, atau membuat tenang kaum muslimin, misal yang terbunuh adalah
seorang komandan kaum musyrikin, atau ksatria mereka, maka hal itu tidak
mengapa. Tidakkah kita telah memba-has, bahwa Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu
membawa kepala Abu Jahl ke hadapan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pada
Perang Badar dan melemparkannya ke hadapan beliau seraya berkata; “Ini adalah
kepala musuhmu, Abu Jahal”.
Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam bersabda: “Allahu Akbar! Ini adalah Fir’aunku dan Fir’aun umatku,
kejahatannya padaku dan pada umatku lebih besar dari kejahatan Fir’aun kepada
Musa dan kaumnya”.
Dan beliau tidak mengingkari akan
hal itu.
Dan ini adalah makna yang
diriwayatkan oleh Az-Zuhri rahimahullah, dia berkata; “Tidak pernah dibawa
kehadapan Nabi shallallahu alaihi wa sallam kepala kecuali pada perang Badar”.
Dan pernah dibawa ke hadapan Abu Bakr radhiyallahu anhu dan beliau
mengingkarinya.
Dan yang pertama kali membawa
kepala kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam adalah Ibnu Zubair radhiallahu
anhu. Dan ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengutus Abdullah bin
Unais kepada Sufyan bin Abdullah, Abdullah berkata; “Maka aku tebas batang
lehernya dan aku ambil kepalanya, lalu aku naik ke arah gunung dan bersembunyi
di sana, ketika orang-orang yang mencariku telah pulang, aku pun pergi
menghadap Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dengan membawa kepala itu”.
Dan ketika Rasulullah mengutus
Muhammad bin Maslamah radhiyallahu anhu untuk membunuh Ka’ab bin Al-Asyraf, dia
pung datang menghadap Rasul dengan membawa kepala dan beliau tidak mengingkari
hal itu. Maka jelaslah bahwa dari atsar-atsar ini bahwa hukum hal ini tidak
mengapa, dan Allah yang memberi taufiq. (selesai nukilan dari Syarh as-Siyar).
Ath-Thahawi berkata di dalam
Syarh Musykil al-Atsar (jilid VII) dalam memaparkan tentang tidak sukanya Abu
Bakr Ash-Shiddiq ketika dibawakan kepala kepadanya: “Sesungguhnya Abu Bakar,
walaupun dia mengingkari hal itu, namun orang yang membawanya adalah Syarahbil
ibn Hasnah, Amru bin Ash, Uqbah bin Amir dan orang-orang yang bersamanya dari
para komandan pasukan, seperti Yazid bin Abu Sufyan
Bersambung insya Allah ...
No comments:
Post a Comment