“Wahai orang-orang Quraisy,
sesungguhnya singa kalian telah berlari menyerang singa lainnya, dan dia
mengalahkannya dan menggigit dagingnya, sungguh para wanita tidak akan lagi
sanggup melahirkan orang seperti Khalid ibn Al-Walid”.
MEMENGGAL KEPALA BOLEHKAH DALAM ISLAM ? (BAGIAN 3)
Rabu, 03 Shafar 1436 Bahasan, Featured
Lanjutan Bagian 2
Oleh Syaikh Mahmud ibn Husein
Terjemah: Zonder
Dan selainnya, dari kalangan yang
ikut keluar berperang di Syam dari para sahabat Rasulullah shallallahu alaihi
wa sallam, dan mereka tidak mengingkari hal itu, dan tidak menyelisihinya.
Maka ini menunjukkan akan
perhatian mereka atas hal ini, dan jika hal itu memang seperti itu, dan mereka
adalah orang-orang yang dipercaya atas apa yang mereka lakukan, karena mereka
adalah orang-orang yang faham (fuqaha) dien ini, maka atas apa yang mereka
lakukan berarti mubah (diperbolehkan), karena dalam perbuatan ini ada bentuk
pengokohan terhadap dien dan penguasaan atas musuh dan orang-orang kafir, dan
apa yang dilakukan oleh Abu Bakar, dari ketidak-sukaannya akan hal ini bisa
jadi bermakna tawaqufnya, dan sebenarnya pendapat beliau terdapat kesepakatan,
dan dalam kasus seperti ini dikembalikan kepada pandangan para imam yang juga
mengalami kejadian seperti ini lalu menjelas-kannya, lalu melakukan sesuatu
yang mereka pandang benar, dan apa yang mereka pandang sebagai ke-butuhan kaum
muslimin, dan apa yang tidak mereka butuhkan, dan dari perbuatan Abdullah bin
Zubair radhiyallahu anhu dalam masalah kepala yang disodorkan kepadanya, beliau
tidak mengingkarinya, dan bersamanya ketika itu ada sebagian shahabat
Rasulullah shallallahu alaihi wa salam, dan mereka bersikap dengan sikap yang
sama”.
Berkata Ad-Dumairi di dalam
An-Najm al-Wahhaj fie Syarhi al-Minhaj (jilid IX);
“Memindahkan (membawa)
kepala orang-orang kafir ke negeri kaum muslimin telah disepakati ketidakharamannya,
dan dalam hukum makruhnya terdapat perbedaan pendapat;
Pertama: tidak makruh, karena Abu Jahal ketika terbunuh kepalanya
dibawa ke hadapan Rasulullah shal-lallahu alaihi wa sallam. Ini diriwayatkan
oleh Ibnu Majah dari riwayat Abdullah bin Abu Aufa dengan sanad Jayid.
(didhaifkan oleh Al-Albani). Dan diriwayatkan oleh An-Nasai di dalam Al-Kubra,
dari Fairuz Ad-Dailami bahwa dia berkata; “Aku datang menemui Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam dengan mem-bawa kepala Al-Aswad (Al-‘Ansi)
al-Kadzdzab (si pendusta).”
Kedua; dalam riwayat shahih, dan ini diambil oleh orang-orang Iraq
dan oleh Ar-Ruyani; bahwa hal ini makruh, karena Nabi shallallahu alaihi wa
sallam tidak pernah dibawakan kepada beliau kepala orang kafir sama sekali. Dan
diriwayatkan al-Baihaqi bahwa Abu Bakar ketika dibawa kehadapan beliau kepala
Yannaq Batriq, beliau mengingkari hal itu, dan berkata; “tidak pernah dilakukan
hal ini di zaman Nabi shal-lallahu alaihi wa sallam dan tidak ada faidah
padanya”, [tapi aku tidak temui lafadz ini dari Abu Bakar radhiyallahu anhu].
Dan dalam riwayat tentang kepala Abu Jahal yang dibawa ke hadapan Rasulullah,
te-lah kita bahas akan kuatnya dalilnya, dan kepala itu dibawa dari satu tempat
ke tempat lainnya, namun tidak dibawa dari satu negeri ke negeri lainnya, dan
karena mereka ingin manusia melihatnya dan yakin akan kematiannya.
Ketiga; jika dengan membawanya dan memindahkannya menimbulkan rasa
sakit di barisan musuh, maka hukumnya tidak makruh.
Keempat; jika dengan membawanya menimbulkan rasa sakit di barisan
musuh dan bisa menunjukkan ke-kuatan kaum muslimin, maka hal ini justru
dianjurkan (mustahab), dan pendapat ini dipilih oleh Al-Mawardi”.
Disebutkan dalam At-Taj wa
Al-Iklil “Sahnun”, tidak dibolehkan membawa kepala dari satu negeri ke negeri lainnya”.
Dan dalam An-Nawadir wa Az-Ziyadat karya Ibnu Abu Zaid al-Qairawani; “dan dalam
kitab Ibnu Sahnun, Sahnun berkata: tidak boleh membawa kepala dari satu negeri
ke negeri lainnya, dan tidak juga membawanya ke pemimpin. Lalu beliau
menyebutkan pengingkaran Abu Bakar As-Shiddiq; “Apakah kita meniru orang Persia
dan Romawi? Cukup dengan surat
dan berita”.
Dan berkata Asy-Syaukani di dalam
As-Sayl Al-Jarrar; “Apabila dengan membawa (kepala) itu dapat men-guatkan hati
kaum Muslimin dan melemahkan kekuatan orang-orang kafir, maka hal itu tidak
dilarang bahkan termasuk perbuatan baik dan strategi yang benar, dan tidak ada
sisi yang bisa dijadikan dalil hanya lantaran dia najis, karena bisa saja hal
itu dilakukan tanpa menyentuhnya secara langsung, dan bolehnya hal ini tidak
berhenti hanya pada tetapnya dalil dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam,
(tetapi juga) karena menguatkan kekuatan kaum muslimin dan meneror pasukan
orang-orang kafir merupakan salah satu tu-juan dari tujuan-tujuan syariat dan
tuntutannya, dan tidak ada keraguan dalam hal ini, dan telah terjadi di masa
para shahabat peristiwa membawa kepala, adapun riwayat yang menunjukkan adanya
pembawaan kepala di masa Nabi maka tidak ada yang kuat satu pun”.
Yang kuat dalilnya adalah masalah
memotong, dan ini tidak diragukan lagi, adapun membawanya maka inilah yang
diperselisihkan…
Di dalam al-Isyraf karya Ibnu
al-Mundzir; Bab Membawa Kepala; “Diriwayatkan kepada kami dari Uqbah bin Amir
bahwa dia berkata, Aku mendatangi Abu Bakar pada saat pertama penaklukan Syam
dengan membawa kepala, beliau berkata; “Janganlah engkau melakukan hal seperti
ini lagi”, Az-Zuhri berkata; “yang pertama kali melakukan kebiasaan ini adalah
Ibnu Zubair, ketika dibawakan kepadanya kepala Ibnu Ziyad oleh para
pasukannya”.Al-Auza’i memakruhkan membawa kepala kaum musyrikin, telah
diriwayat-kan dari Ali bahwa dibawakan kepadanya kepala, dia pun kaget dan
mengatakan: “Ini tidak pernah terjadi di masa Nabi shallallahu alaihi wa sallam
tidak juga dimasa Abu Bakar dan Umar” dan dia pun melarang membawa kepala.”
Dan di antara contoh-contoh
memotong kepala dalam sejarah Islam, apa yang disebutkan oleh Ibnu Katsir di
dalam Al-Bidayah wa An-Nihayah tentang memerangi kaum murtad; dia berkata;
“Khalid bin al-Walid menyeru Malik bin Nuwairah dan memperingatkannya dari
mengikuti Sujah (seorang nabi palsu_pent) dan atas penolakannya membayar zakat.
Dia berkata; “Apakah kau tidak tau bahwa itu (zakat) adalah pen-damping
shalat?” Malik menjawab; “Sesungguhnya teman kalian (Abu Bakar_pent) berpendapat
seperti itu”. Khalid bertanya; “Apakah dia teman kami dan bukan temanmu juga?!
Hei Dhirar, tebas lehernya!”. Maka Dhirar pun menebas lehernya, lalu dia
diperintah untuk meletakkan kepala itu di antara dua batu dan meletakkan panci
di atasnya, menjadikan batu dan kepala itu tungku, dan pada malam itu Khalid
makan di atas panci yang diletakkan di atas tungku itu, untuk menakut-nakuti
bangsa Arab yang murtad dan selainnya. Dan diceritakan bahwa rambut kepala
Malik dibakar untuk memasak daging yang diletak-kan di dalam panci, dan belum
habis rambut itu terbakar hingga daging itu telah masak, karena lebatnya. Abu
Qatadah lalu membicarakan hal itu dengan Khalid atas perbuatannya, dan
peristiwa ini pun tersebar, hingga Abu Qatadah pergi dan mengadu kepada Abu
Bakar, lalu Umar dan Abu Qatadah membicarakan tentang Khalid, maka Umar berkata
kepada Abu Bakar; “Pecatlah dia, sesungguhnya pada pedangnya terdapat
kecerobohan”.
Abu Bakar menjawab; “Aku tidak
akan menyarungkan pedang yang telah Allah hunus atas orang-orang kafir” dan Abu
Bakar tetap melanjutkan Khalid di atas kepemimpinannya, walau dia telah
berijtihad membunuh Malik bin Nuwairah dan salah dalam membunuhnya, sebagaimana
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang dahulu mengutus Khalid kepada Bani
Judzaimah dan Khalid membunuh para tawanan yang mengatakan “shaba’na shaba’na”
(Kami telah murtad, maksudnya murtad dari kesyirikan dan masuk Is-lam_pent)
karena mereka susah untuk mengatakan “aslamna aslamna”. Maka ketika berita itu
sampa kepada Rasulullah, beliau pun tersentak dan mengangkat tangan sambil
berdoa; “Ya Allah sesungguhnya aku berlepas diri kepadaMu dari apa yang
dilakukan Khalid”. Namun beliau tidak memberhentikannya dari kepemimpinan.
Dan dalam perang Ulais, yakni
peperangan antara kaum Muslimin dan orang Persia majusi, ketika itu per-ang
berlangsung dengan sengit dan dua kubu sama-sama kewalahan, hingga berkata
Khalid; “Ya Allah, jika Engkau memberikan pundak-pundak mereka kepada kami,
maka aku bersumpah tidak akan menyisakan mereka satu pun yang bisa kubunuh
hingga sungai mereka mengalirkan darah mereka”. Kemudian Allah Azza wa Jalla
mengaruniakan pundak-pundak mereka kepada kaum muslimin (memberi kemenangan
pada mereka_pent), maka penyeru Khalid berteriak; “tawanlah, tawanlah, jangan kalian
bunuh kecuali yang menolak dijadikan tawanan”.
Maka datanglah kuda-kuda yang
mengangkut mereka gelombang demi gelombang, mereka digiring, dan telah
diperintahkan beberapa laki-laki yang bertugas menebas batang leher mereka di
tengah sungai, hingga air sungai itu berubah warna, maka berkatalah beberapa
komandan; “Sesungguhnya sungai ini tidak akan mengalirkan darah mereka hingga
engkau menyiramkan air ke atas darah mereka sehingga mengalirlah ke dalam
sungai, dan engkau telah membebaskan diri dari sumpahmu.”. Maka Khalid
melaku-kannya dan sungai pun mengalirkan darah yang pekat, sehingga sungai itu
diberi nama sungai darah hingga sekarang. Maka hal itu pun berlangsung atas
sungai yang merah pekat dengan darah selama tiga hari, dan jumlah orang yang terbunuh
mencapai tujuh puluh ribu. (Al-Bidayah wa An-Nihayah).
Maka seharusnya kita, atas
mujahidin di Irak hari ini, jika komandan mereka bersumpah akan mengalirkan
sungai dengan darah orang-orang Amerika, Rafidhah murtad dan Nushairiah maka
kita biarkan dia hingga membebaskan diri dari sumpahnya.
Setelah peperangan yang dahsyat
ini, dengan jumlah orang yang terbunuh oleh Khalid sangat banyak, dan tawanan
orang-orang Persia dan pemenggalan kepala mereka, serta sungai yang mengalirkan
darah, maka berkatalah Abu Bakar Ash-Shidiq sebuah perkataan yang sangat
terkenal; “Wahai orang-orang Quraisy, sesungguhnya singa kalian telah berlari
menyerang singa lainnya, dan dia mengalahkannya dan menggigit dagingnya,
sungguh para wanita tidak akan lagi sanggup melahirkan orang seperti Khalid ibn
Al-Walid”.
Bersambung insya Allah …
No comments:
Post a Comment