NASIHAT LUKMAN HAKIM: "WAHAI ANAKKU, TIADA AMALAN SOLEH TANPA KEYAKINAN DENGAN ALLAH TAALA. SESIAPA YANG MEMPUNYAI KEYAKINAN YANG LEMAH MAKA AMALANNYA JUGA MENJADI CACAT."

Blogger Widgets Blogspot Tutorial

Thursday, 26 March 2015

WASIAT KEPADA PARA AMIR DAULAH ISLAM (BAG. 1)



[Dabiq 7] Wasiat-Wasiat Bagi Para Amir Daulah Islam (Bag. 1)
Jum`at, 22 Rabi`ul Akhir 1436  Dunia Jihad, Featured

Wasiat-Wasiat Bagi Para Amir Daulah Islam (bag. 1)
oleh: Abu Hamzah al-Muhajir (rahimahullah)
Segala puji hanya bagi Allah, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, kepada keluarganya dan kepada orang-orang yang mengikutinya. Amma Ba’du:

Wahai saudara-saudaraku Mujahid, ini adalah beberapa nasehat, yang telah saya kumpulkan bagimu dari mulut-mulut para tokoh dan kandungan berbagai kitab. Dan saya sama sekali tidak mengklaim (sebagai) ahli hikmah. Saya memohon kepada Allah agar menjadikannya manfaat bagi diri saya dan diri kalian, dan Allah-lah di balik tujuan ini.

[1] Ikhlas karena Allah, karena di dalamnyalah keselamatan di dunia dan akhirat. Rasulullah (shallallahu ‘alayhi wa sallam) berkata, “Allah telah menjamin bagi orang yang berjihad di Jalan-Nya seraya tidak mengeluarkan dia kecuali jihad di jalan-Nya dan pembenaran kalimat-kalimat-Nya, untuk memasukannya ke dalam surga atau memulangkannya ke tempat tinggalnya yang dia keluar darinya bersama apa yang dia dapatkan berupa pahala atau ghanimah.” [1]

Dan bertujuanlah dengan amalmu itu agar kalimat Allah-lah yang tertinggi, karena diriwayatkan dari Abu Musa, berkata, “Rasulullah (shallallahu ‘alayhi wa sallam) ditanya tentang pria yang berperang karena keberanian, dan berperang karena fanatisme, dan berperang karena riya, mana di antara itu yang fi sabilillah? Maka berkatalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Barangsiapa berperang supaya kalimat Allah-lah yang tertinggi, maka dia itu fi sabilillah.'” [2]

[2] Adil dan tulus kepada orang-orang yang kamu pimpin, karena “Tidaklah seorang amir (yang memimpin) sepuluh orang melainkan ia kelak didatangkan di hari kiamat seraya di belenggu yang tidak dilepaskan kecuali oleh keadilan atau ia dijerumuskan oleh aniaya”,[3] dan “Tidaklah seorang amir yang menangani urusan kaum muslimin terus ia tidak bersungguh-sungguh dan tidak tulus kepada mereka, melainkan ia itu tidak masuk surga bersama mereka”,[4] dan “Tidaklah Allah mengangkat seorang hamba untuk mengayomi masyarakat, (terus) ia mati saat ia mati sedangkan ia menipu mereka melainkan Allah haramkan surga terhadapnya.”[5]

[3] Musyawarah dan diskusi (munadharah), di mana diskusi ini adalah sejawat musyawarah, yaitu: duduk untuk melontarkan pikiran di majelis, dan komentar setiap orang terhadap pendapat orang lain, atau mencari tahu pendapat baru, kemudian di akhir memilih pendapat yang tepat.

Allah ta’ala berfirman: {Dan ajaklah mereka bermusyawarah di dalam urusan itu} [Ali ‘Imran: 159], di mana Allah telah mengarahkan Nabi-Nya untuk mengajak musyawarah orang-orang yang di bawah level beliau padahal akal Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam itu cemerlang lagi unggul, maka bagaimana halnya dengan kalian?

Dan sebagaimana diriwayatkan: “Tidak menyesal orang yang melakukan musyawarah, dan tidak kecewa orang yang melakukan istikharah”,[6] dan dikatakan: “Barangsiapa merasa cukup dengan akalnya maka ia tersesat, barangsiapa mencukupkan diri dengan pendapatnya maka ia tergelincir, barangsiapa meminta pendapat orang-orang yang berpemikiran maka ia menempuh jalan yang tepat, dan barangsiapa meminta bantuan orang-orang yang berakal maka ia berhasil meraih apa yang diharapkan”.

Maka hendaklah setiap amir memiliki majelis syura yang hakiki, mulai dari amir umum sampai pada amir-amir sariyyah (brigade). Akan tetapi kamu jangan meminta pendapat orang yang memiliki hajat yang ingin ia tunaikan, dan jangan pula orang yang kamu rasa bahwa ia berambisi kepadanya, dan jangan pula orang yang tidak menimbang-nimbang pikiran pada pendapatnya, karena ada ungkapan: “Biarkan pendapat sehingga ia matang,” dan telah ada dari Ali radliallahu ‘anhu: “Pendapat syaikh (orang tua) itu lebih baik dari penyaksian anak muda”[7] yaitu di dalam peperangan, dan jangan meminta pendapat kecuali saat menyendiri, karena ia lebih menjaga rahasia dan lebih bisa terkendali bagi orang yang kadang menyebarkannya.

Memang benar! “Sesungguhnya musyawarah dan diskusi itu adalah dua pintu rahmat dan dua kunci barakah yang tidak mungkin terlewatkan satu pendapat pun bersama keduanya”.[8]

[4] Hati-hatilah jangan sekali-kali kamu mengedepankan orang yang menyetujui pendapatmu saja, dan waspadalah dari pendamping yang buruk, biasakanlah dirimu untuk sabar terhadap orang yang menyelisihimu dalam pendapat dari kalangan orang-orang yang tulus, teguklah kepahitan ucapan mereka dan kritikan mereka, dan jangan berlapang dada dalam hal itu kecuali kepada orang-orang baik, berakal, berumur, bermuru’ah dan menjaga kehormatan.

[5] Tidak ada yang lebih melenyapkan dien dan dunia dari lenyapnya kabar masyarakat yang sebenarnya dari amirnya; maka dari itu janganlah menutupi diri dari mereka, karena kamu ini hanyalah manusia yang tidak mengetahui apa yang disembunyikan manusia darimu. Dan jangan sekali-kali kamu berlindung dengan alasan keamanan, sehingga kamu aman namun orang-orang yang di bawahmu terlantar; maka seburuk-buruknya amir adalah kamu kalau begitu.

Awasilah segala urusan oleh dirimu sendiri setelah mengangkat orang-orang kepercayaan yang tulus, karena kadang berkhianat orang yang terpercaya itu, dan kadang menipu orang yang tulus itu, maka carilah kejelasan dari semua urusan. Allah ta’ala berfirman: {Wahai Dawud! Sesungguhnya Kami telah menjadikan engkau sebagai khalifah (penguasa) di bumi, maka putuskanlah (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu, karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah.} (Shaad: 26)
“Allah ta’ala tidak mencukupkan dengan sindiran tanpa langsung (perintah), dan tidak mengudzur dalam penyibukan diri dengan merasa cukup dengan mewakilkan sehingga Dia menyertakannya dengan kesesatan.”[9]

Dan jangan tergesa-gesa membenarkan penebar isu yang ingin merusak, karena orang semacam itu adalah penipu walau dia menyerupai orang-orang yang tulus, tapi jangan kamu buang begitu saja ucapannya, karena bisa saja dia itu jujur, dan berbaik sangkalah kepada ikhwanmu, karena berbaik sangka itu memutus dirimu dari kelelahan yang panjang.

[6] Seyogyanya bagi amir membawa dirinya dan bala tentaranya untuk komitmen dengan hak-hak yang telah Allah ta’ala wajibkan dan dengan batasan-batasan yang telah Allah perintahkan (karena orang yang berjihad membela agama adalah orang yang paling berhak untuk komitmen dengan hukum-hukumnya),[10] sebab kamu tidak akan melakukan perbaikan sedangkan kamu sendiri rusak, dan tidak akan bisa membimbing sedangkan kamu sendiri menyimpang, dan tidak akan menunjuki jalan sedangkan kamu sendiri sesat, karena bagaimana bisa orang buta menjadi penunjuk, dan orang hina menjadi jaya? Sedangkan tidak ada yang lebih hina dari kehinaan maksiat, dan tidak ada yang lebih jaya (mulia) dari kejayaan ketaatan, maka jauhkanlah dirimu dari akhlak-akhlak yang rendah dan pertemanan dengan orang-orang fasiq.

[7] Hati-hatilah, jangan sampai kesempitan kondisimu dalam suatu hal mendorongmu untuk mencarinya dengan yang tidak benar; karena sesungguhnya kesabaranmu terhadap kesempitan yang kamu harapkan keberakhirannya dan keutamaan akibatnya adalah lebih baik daripada maksiat yang kamu khawatirkan tuntutannya. Sedangkan poros dien itu adalah kesabaran.

[8] Hati-hatilah, jangan kamu mengistimewakan dirimu dengan kendaraan atau pakaian; karena Umar telah menulis surat kepada Abu Musa Al-Asy’ariy radliyallahu ‘anhuma: “… dan telah sampai berita kepadaku bahwa telah merebak pada dirimu dan keluargamu model pada pakaianmu, makananmu dan kendaraanmu, yang berbeda dengan keumuman kaum muslimin; maka hati-hatilah wahai Abdullah jangan sampai kamu seperti hewan ternak, ia melewati lembah yang subur, maka tidak memiliki keinginan kecuali menggemukan diri, padahal kebinasaannya itu hanyalah pada kegemukan, dan ketahuilah bahwa bila pemimpin menyimpang maka menyimpanglah rakyatnya, dan orang yang paling celaka adalah orang yang rakyatnya menjadi celaka dengan sebabnya.” [11]

[9] Ketahuilah bahwa peperangan itu sebagaimana yang mereka katakan: Bebannya adalah kesabaran, porosnya adalah tipu muslihat, lingkarannya adalah ijtihad, pelurusnya adalah ketelitian, dan kendalinya adalah kewaspadaan. Dan bagi masing-masing hal itu ada buahnya; di mana buah kesabaran adalah pertolongan, buah tipu muslihat adalah kemenangan, buah ijtihad adalah taufiq, buah ketelitian adalah optimisme, dan buah kewaspadaan adalah keselamatan. ‘Amr ibnu Ma’di Kariba[12] ditanya tentang perang, maka ia mengatakan: “Barangsiapa sabar di dalamnya, maka ia mengenal, dan barangsiapa urung darinya, maka ia binasa”,[13] maka hindarilah ketergesa-gesaan, karena berapa banyak ketergesa-gesaan itu melahirkan penyesalan.

[10] Kedepankan orang-orang yang berpengalaman dan yang kuat untuk menghadapi musuh saat peperangan berkecamuk, dan sebarlah mereka pada sariyah-sariyah supaya menjadi kuat orang yang lemah dengan sebab mereka, dan menjadi berani orang  penakut dengan sebab keberanian mereka. Hati-hatilah, jangan sampai orang penggembos atau penebar isu menyertai ikhwanmu, dan waspadalah terhadap mata-mata dan intel. Di mana berapa banyak kelompok yang sedikit bisa mengalahkan kelompok yang banyak dengan izin Allah. Akan tetapi jangan kamu pilih di dalam peperangan itu orang-orang yang kuat saja dan kamu tinggalkan orang-orang lemah yang menginginkan apa yang ada di sisi Allah, karena sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Dan tidaklah kalian itu diberi kemenangan dan diberi rizqi kecuali dengan sebab orang-orang lemah kalian”,[14] dan sesungguhnya Allah menolong suatu kaum dengan sebab orang paling lemah mereka.

[11] Jangan menelantarkan perlengkapan yang bisa dipakai, seperti rompi anti peluru dan helm pelindung, dan itu bukan tergolong sikap pengecut, karena sungguh manusia paling berani yaitu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki baju besi, namun ini tidak menghalangi dari bertempur tanpa memakai pelindung pada waktunya yang tepat. Habib ibnul Muhallab[15] berkata: “Aku tidak melihat di dalam peperangan seorang pria yang memakai pelindung kepala melainkan ia itu bagiku adalah dua orang, dan aku tidak melihat dua orang yang tanpa pelindung melainkan keduanya bagiku adalah satu orang”, maka ucapan ini didengar oleh sebagian orang yang berpengalaman, maka ia berkata: “Dia benar! Sesungguhnya senjata itu memiliki keutamaan; apa kamu tidak melihat mereka saat memanggil pada kondisi genting; ‘Senjata, senjata,’ dan mereka tidak memanggil: ‘pasukan, pasukan'”.[16]

[12] Sesungguhnya amir yang bijaklah yang membekali ikhwannya dengan perbekalan yang bisa menguatkan diri mereka sepanjang hari berupa makanan dan minuman. Adalah para pejuang salah seorang panglima Afghan yang memusuhi Taliban bila kita periksa saku mereka maka kita mendapatkan zabib (anggur kering) di dalamnya.
[13] Seyogyanya bagi amir menunjuk bagi setiap grup amirnya, dan ia memeriksa kendaraan dan persenjataan ikhwannya dan perbekalannya, terutama sebelum penyerangan. Ia jangan memasukan di dalamnya apa yang susah di bawa saat kondisi gawat dan serius, dan jangan mengosongkan darinya apa yang dibutuhkan saat terjadi apa yang di luar dugaan dan jauhnya perjalanan, terutama bila diprediksi lamanya peperangan.
[14] Seyogyanya jumlah muqatil dalam satu mobil tidak boleh lebih dari tiga, kecuali bila kepentingan menuntutnya, dan hendaklah ia menjamin hubungan komunikasi yang aman yang sudah dikaji di antara sariyah-sariyah itu, serta ia menetapkan bagi mereka sandi untuk ucapan mereka dan syi’ar (slogan) untuk peperangan mereka.
[15] Amir harus memperdengarkan kepada rakyatnya dan bala tentaranya suatu yang mengokohkan jiwa mereka dan membuat mereka merasa optimis bisa mengalahkan musuh mereka, serta mengutarakan kepada mereka dari sebab-sebab kemenangan suatu yang dengannya mereka menganggap kecil musuh mereka. Allah ta’ala berfirman: {(ingatlah) ketika Allah memperlihatkan mereka di dalam mimpimu (berjumlah) sedikit. Dan sekiranya Allah memperlihatkan mereka (berjumlah) banyak, tentu kalian menjadi gentar dan tentu kalian akan berbantah-bantahan dalam urusan itu} [Al-Anfal: 43]
Bersambung bagian 2: http://shoutussalam.org/2015/02/dabiq-7-wasiat-wasiat-bagi-para-amir-daulah-islam-bag-2/
Footnote:

[1] Muttafaq ‘alaih
[2] Muttafaq ‘alaih
[3] Dikeluarkan oleh Ahmad dan lainnya dengan sanad hasan.
[4] HR. Muslim
[5] Muttafaq ‘alaih
[6] Ath-Thabaraniy dan yang lain dengan sanad dlaif.
[7] Dikeluarkan Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra.
[8] Datang dari Umar ibnu Abdil Aziz dalam “Adab Ad-Dunya Wad Dien “milik Al-Mawardiy, dan yang lainnya.
[9] Al-Mawardiy, nukilan dari Badaius Salik fi Thaba’il Malik.
[10] Dari ucapan Al-‘Allamah Al-Mawardiy dalam Al-Ahkam As-Sulthaniyyah
[11] Dikeluarkan dalam Kanzul ‘Ummal milik Ad-Dainuriy, dan dikeluarkan oleh ibnu Abi Syaibah dalam Mushannafnya dengan teks serupa.
[12] Salah seorang pahlawan sahabat radliallahu ‘anhu.
[13] Disandarkan kepadanya oleh Al-Baladzuriy dalam Futuhul Buldan.
[14] Al-Bukhari
[15] Habib ibnul Muhallab ibnu Abi Shufrah: Salah seorang pemberani dan pembesar Arab di masa Al-Marwaniy. Dari Al-A’lam milik Az-Zarkaliy.
[16] Uyunul Akhbar

Terjemahan diambil dari https://millahibrahim.wordpress.com/2012/01/23/30-wasiat-risalah-ke-1/ dengan sedikit penyesuaian format sesuai majalah Dabiq.




















































No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Nasihat Lukman Al-Hakim: “Anakku, apabila sesiapa datang kepada kamu dengan aduan bahawa si anu telah mencabut kedua-dua biji matanya dan kamu lihat dengan mata kepala sendiri bahawa kedua-dua biji matanya tercabut, namun janganlah kamu sampai kepada sesuatu kesimpulan sebelum kamu mendengar pihak yang lain. Tidak mustahil orang membuat aduan itulah yang mula-mula mencabut mata orang lain, boleh jadi sebelum kehilangan kedua-dua biji matanya dia telah mencabutkan empat biji mata orang lain.”