[Dabiq 7] Wasiat-Wasiat Bagi Para Amir Daulah Islam (Bag. 2)
Jum`at, 22 Rabi`ul Akhir 1436 Dunia Jihad, Featured
Wasiat-Wasiat Bagi Para Amir
Daulah Islam (bag. 2)
oleh: Abu Hamzah al-Muhajir
(rahimahullah)
[15] Seyogyanya bagi amir
mempelajari dengan cermat lokasi peperangan, maka dia jangan berperang dari
lokasi yang mudah dia disergap tanpa menutup celah, dan jangan membawa terlalu
jauh pasukannya yang menjadikannya mustahil bisa kembali membawa pulang mereka
dalam keadaan aman.
[17 Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata:
“Perang itu tipu daya” [17]
Al-Muhallab[18] berkata:
“Gunakanlah tipu daya dalam peperangan, karena ia itu lebih membuat berhasil
daripada keberanian”, dan di antara tipu daya adalah:
Menebar mata-mata
Mencari-cari berita
Tauriyah (penyembunyian maksud)
dalam peperangan, di mana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bila ingin
melakukan suatu peperangan, maka beliau menutupinya dengan yang lain.
“Bila sempit dada seseorang dari
rahasia dirinya
Maka dada yang dititipkan rahasia
lebih sempit” [Syair]
Dan waspadalah terhadap musuhmu
bagaimanapun keadaannya, supaya tidak:
Menyergap dari jarak dekat
Atau menyerbu secara tiba-tiba
dari kejauhan
Atau bersembunyi menunggu lengah
Atau menyusul setelah kembali
[18] Di antara tanda pengalaman
seorang amir dan kecerdikannya adalah memanfaatkan kesempatan, “Larena
kesempatan itu berlalu cepat seperti awan, dan jangan kalian mengejar bekas
setelah berlalu”,[19] dan sergaplah saat kepalanya muncul dan jangan menyergap
pada ekornya!
“Bila berhembus anginmu, maka
gunakanlah kesempatannya
Karena bagi setiap yang bergerak
itu ada diamnya” [Syair]
[19] Boleh bagi amir pasukan
untuk menceburkan kepada kesyahidan dari kalangan yang menginginkannya orang
yang diketahui bahwa pada keterbunuhannya di dalam peperangan itu menjadi
penyemangat bagi kaum muslimin terhadap peperangan karena pembelaan untuknya.
Dan sebaliknya juga benar, yaitu: ia menjaga orang yang pada keterbunuhannya
bisa menghancurkan kekuatan ikhwannya, seperti komandan yang istimewa; oleh
sebab itu posisi jantung adalah tempat paling terlindungi dan paling jauh dari
musuh.
[20] Jangan kamu mengizinkan
ikhwanmu untuk membunuh atau menawan apa yang bisa memecah barisan mereka dan
membuat mereka berselisih dengan sebabnya, hatta walaupun hal itu boleh dari
satu sisi, karena persatuan barisan saat qital itu adalah mashlahat paling
utama.
[21] Hati-hatilah dari darah dan
penumpahannya tanpa haq, karena tidak ada suatu pun yang lebih cepat
mendatangkan adzab dan melenyapkan nikmat daripada penumpahan darah tanpa
haknya. Jangan sekali-kali kamu mengokohkan urusanmu dan tentaramu dengan darah
yang haram, karena sesungguhnya hal ini adalah hal segera yang kemudian harinya
adalah kelemahan dan keambrukan, sehingga tidak ada udzur bagimu di sisi Allah
dan juga di sisi kami. Dan demi Allah tidak diadukan kepada kami kasus darah
yang ditumpahkan dari orang ma’shum dari kalangan Ahlussunnah tanpa bukti nyata
yang menunjukan bahwa ia melakukan apa yang menghalalkan darahnya dan tanpa
syubhat melainkan kami pasti mengambilkan haknya baginya. Jangan kamu terpedaya
dengan mudahnya ‘amaliyyah tertentu; karena bisa saja tempat yang turun itu
sesudahnya adalah jurang yang mencekam, oleh sebab itu maka hendaklah pikiranmu
untuk harimu itu dan untuk esok harinya; karena tidak ada yang lebih
membahayakan manusia daripada amir yang berpikir hanya untuk harinya.
[23] Balaslah orang yang berbuat
baik atas perbuatan baiknya, dan muliakanlah sariyah setelah keberhasilan,
berikanlah penghargaan kepada pemberani di hadapan umum, dan berikanlah sangsi
terhadap orang yang berbuat salah atas kesalahannya walau dengan hajr; karena
boleh bagi amir untuk memberikan pelajaran kepada orang yang maksiat terhadap
perintahnya, dan bila kamu tidak melakukannya, maka orang yang berbuat baik
menjadi malas dan orang yang berbuat salah menjadi lancang, dan rusaklah urusan
serta sia-sialah amalan.
Dan hendaklah balasan baik kepada
orang yang berbuat baik itu dilakukan dihadapan umum, sedang sangsimu kepada
orang yang berbuat salah adalah secara sirr (rahasia), terutama terhadap
orang-orang baik di antara mereka, adapun orang-orang yang rusak maka sangsi
dilakukan di hadapan manusia, dan syari’at telah datang dengannya.
Hati-hatilah jangan berlebih-lebihan
dalam pemberian sangsi atau menyesal atas pemberian maaf, dan hindari juga
sikap kasar yang membuat orang lari, karena syari’at ini memberikan sangsi
untuk memperbaiki bukan untuk melampiaskan kedongkolan. Jagalah diri saat marah
dari kalimat yang tidak bisa kembali, karena berapa banyak kalimat yang
mengatakan kepada pemiliknya “Tinggalkan saya”, dan janganlah kamu wahai amir
menjadikan ucapanmu main-main di dalam sangsi maupun pemaafan, dan jangan kamu
melampaui di dalam sangsimu –dengan aniaya dan hawa nafsu- apa yang telah Allah
tetapkan batasannya bagimu. karena
“kedzaliman itu adalah kegelapan-kegelapan di hari kiamat”.
Maka hendaklah kamu wahai
saudaraku bersikap lembut di dalam urusanmu seluruhnya termasuk di dalam
pemberian sangsi. Allah ta’ala berfirman: {Sekiranya engkau bersikap keras dan
berhati kasar, tentulah mereka menjauh dari sekitarmu} [Ali Imran: 159].
Dan Rasulullah (shallallahu
‘alayhi wa sallam) berkata: “Barangsiapa diberikan bagiannya dari sikap lembut,
maka ia telah diberikan baginya dari kebaikan, dan barangsiapa dihalangi (dari)
bagiannya dari sikap lembut, maka ia telah dihalangi (dari) bagiannya dari
kebaikan)”. Dan beliau (shallallahu ‘alaihi wa sallam) berkata: “Sesungguhnya
dien ini adalah kokoh; maka masuklah di dalamnya dengan lembut”.
[24] Ketahuilah bahwa ikhwanmu
mendengar dan taat karena menginginkan apa yang ada di sisi Allah; di mana
sikap komitmen mereka itu adalah dorongan syar’iy akhlaqiy lebih dari sekedar
rasa takut terhadap kekuasaan; maka dari itu janganlah kamu memberi pelajaran
kecuali kepada orang yang kamu anggap memiliki dien yang bisa menerimanya,
adapun orang-orang yang kamu anggap bahwa diennya tidak membuat dia jera maka
jangan sekali-kali kamu memberinya hukuman, akan tetapi bersikap lembutlah kepadanya
dan jinakanlah hatinya, karena orang yang paling berhak memberikan maaf adalah
orang yang paling mampu memberikan hukuman, dan orang yang paling kurang akal
dan pertimbangannya adalah orang yang mendzalimi orang yang di bawahnya, maka
berikanlah keadilan kepada Allah dan berikanlah keadilan kepada manusia dari
dirimu, keluargamu dan dari orang yang kamu cintai dari kalangan ikhwanmu dan
rakyatmu. Dan bila kamu tidak melakukannya, maka kamu berbuat dzalim, dan
barangsiapa dzalim kepada hamba-hamba Allah, maka Allahlah seterunya, dan
barangsiapa yang Allah seterunya maka ia telah menancapkan peperangan
terhadap-Nya sampai ia taubat dan mencabut diri. Maka hindarilah doa orang yang
didzalimi, karena tidak ada penghalang antara doanya itu dengan Allah, dan
sesungguhnya pintu-pintu langit terbuka baginya. Dan hendaklah dari waktumu ada
satu saat di siang hari yang di dalamnya kamu berpikir apakah kamu telah
mendzalimi orang atau di sana
ada orang yang didzalimi yang wajib kamu tolong? Dan barangsiapa menginginkan
penyegeraan murka Allah, maka silahkan berbuat dzalim!
Kuasailah ikhwanmu dan manusia
dengan ihsan (berbuat baik), tentu kamu bisa mengikat hati mereka, karena
kesinambungan mahabbah itu adalah dengan ihsan, dan lenyapnya mahabbah itu
adalah dengan sikap kasar. Santunlah kepada manusia tentu tulus pula kecintaan
mereka kepadamu dan pasti kamu raih penghargaan dari mereka, karena sikap
santun dari orang kuat itu adalah tawadlu.
Adalah Umar ibnu Abdil Aziz
sangat lemah lembut kepada masyarakat, di mana bila ia menginginkan suatu hal
dari urusan Allah (dan) ia mengira manusia kurang menyukainya, maka ia menunggu
sampai datang apa yang disukai masyarakat kemudian ia mengeluarkannya
bersamanya. Dan telah ada ucapan darinya: (Sesungguhnya Allah mencela khamr dua
kali dalam Al-Qur’an dan mengharamkannya pada kali ketiganya, dan saya khawatir
membawa manusia kepada al-haq secara sekaligus kemudian mereka malah
meninggalkannya, dan jadilah fitnah).[20]
[26] Kenalilah kedudukan manusia
dan ketahuilah macam-macam mereka, dan kedepankanlah seseorang karena dia itu:
Tergolong ahlul ilmi wal fadli,
sedangkan nash-nash prihal keutamaan mereka sangatlah banyak.
Tergolong orang-orang yang
berumur, karena (bukan tergolong kita orang yang tidak memuliakan orang yang
tua di antara kita, dan tidak menyayangi orang yang kecil di antara kita, serta
tidak mengenal bagi orang alim kita haknya).[21]
Berasal dari keluarga bangsawan
dan pemimpin, dan terutama adalah keluarga rumah kenabian.
[27] Perhatikanlah
keluarga-keluarga para syuhada dan tawanan dan kedepankanlah mereka terhadap
yang lain, jenguklah orang yang sakit, dan jadilah kamu terhadap ikhwanmu
sebagai pelayan bagi mereka; karena kamu ini hanyalah salah seorang dari
mereka, namun bedanya adalah karena kamulah yang paling berat bebannya dan
paling banyak perhitungannya di sisi Allah, maka beramallah untuk esok hari.
[28] Selektiflah dalam memilih
utusanmu kepada kabilah-kabilah dan kelompok-kelompok bersenjata, dan begitu
juga orang yang bertugas menguasai (wilayah) dan mencari dukungan masyarakat,
karena sesungguhnya mereka adalah wajah Daulah di hadapan manusia, bila mereka
baik maka baik pula kita, dan bila mereka berbuat buruk maka buruk pula kita.
Dan secara umum: “Utuslah orang yang bijaksana dan jangan mewasiatinya.”
[29] Wahai amir, hindarilah
fanatisme-fanatisme kejahiliyahan; karena sesungguhnya bangunan kekuasaan yang
kokoh itu tidak hancur kecuali dengan sebab fanatisme yang berlebihan.
Gunakanlah kecerdasan dan hilah (kecerdikan) dalam menghancurkan fanatisme itu
dan bukan menggunakan kekuatan saja, di mana sesungguhnya Ahlul Iraq bangkit
membangkang terhadap Abdul Malik ibnu Marwan bersama ibnul Asy’ats dan di
tengah mereka banyak tabi’in pilihan seperti Sa’id ibnu Jubair dan yang
lainnya, maka Al-Hajjaj mengalahkan mereka dalam perang “Dairul Jamajim”[22]
dengan hilah lebih dari sekedar dengan kekuatan. Dan ketahuilah bahwa termasuk
siasat yang bijak bersegera menguasai mereka itu, terutama para tokoh.
[30] Hendaklah kalian serius,
bersungguh-sungguh dan tinggi cita-cita, dan hindarilah sikap lemah, karena ia
itu –demi Allah- adalah kendaraan yang paling hina; dan dikala kamu tersandung
maka cobalah kembali; di mana sudah diketahui dari pengalaman bahwa tidak ada
amaliyyat yang Allah berikan kemenangan di dalamnya kecuali ia itu pernah
melalui berbagai ketersandungan yang banyak.
Saudara Kalian
Abu Hamzah Al-Muhajir
1 Ramadhan 1428 H.
Footnote:
[17] Muttafaq ‘alaih.
[18] Al-Muhallab ibnu Abi Sufrah
ini dituturkan Ibnu Hibban dalam tabi’in yang tsiqat, dan berkata: “…ia menjadi
gubernur khurasan dari pihak Al-Hajjaj selama 9 tahun, Ibnu Shibyah berkata: ia
adalah orang paling berni” lihat Tahdzib At-Tahdzib milik Ibnu Hajar.
[19] Disandarkan kepada Ali
radliallahu ‘anhu dalam Al-’Iqdul Farid dan Badaius Salik dan Nihayatul Arib
[20] Disebutkan oleh pemilik
Al-‘Iqdul Farid darinya
[21] At-Tirmidzi, Ahmad dan
Al-Hakim dengan sanad hasan
[22] Perang Dairul Jamajim adalah
peperangan penentu antara Al-Hajjaj ibnu Yusuf Ats-
Tsaqafiy dengan Abdurrahman ibnu
Muhammad ibnul Asy’ats, dan dimenangkan oleh Al-Hajjaj, dan Dairul Jamajim ini
ada di luar Kufah sejauh 7 farsakh.
Sebelumnya bagian 1: http://shoutussalam.org/2015/02/dabiq-7-wasiat-wasiat-bagi-para-amir-daulah-islam-1/
Terjemahan diambil dari https://millahibrahim.wordpress.com/2012/01/23/30-wasiat-risalah-ke-1/ dengan sedikit penyesuaian format sesuai
majalah Dabiq.
No comments:
Post a Comment