30 Wasiat Risalah Ke-1
Risalah Pertama
Wasiat-wasiat Bagi Para Amir
Segala puji hanya bagi Allah,
shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, kepada keluarganya dan
kepada orang-orang yang mengikutinya. Amma Ba’du:
Wahai Akhil Mujahid, ini adalah
beberapa nasehat, yang telah saya kumpulkan bagimu dari mulut-mulut para tokoh
dan kandungan berbagai kitab. Dan saya sama sekali tidak mengklaim (sebagai)
ahli hikmah. Saya memohon kepada Allah agar menjadikannya manfaat bagi diri
saya dan diri kalian, dan Allah-lah di balik tujuan ini.
(1) Ikhlas karena Allah, karena
di dalamnyalah keselamatan di dunia dan akhirat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam berkata: (Allah telah menjamin bagi orang yang berjihad di Jalan-Nya
seraya tidak mengeluarkan dia kecuali jihad di jalan-Nya dan pembenaran
kalimat-kalimat-Nya, untuk memasukannya ke dalam surga atau memulangkannya ke
tempat tinggalnya yang dia keluar darinya bersama apa yang dia dapatkan berupa
pahala atau ghanimah)[1]
Dan bertujuanlah dengan amalmu
itu agar kalimat Allah-lah yang tertinggi, karena diriwayatkan dari Abu Musa,
berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang pria yang
berperang karena keberanian, dan berperang karena fanatisme, dan berperang
karena riya, mana di antara itu yang fi sabilillah? Maka berkatalah Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam: (Barangsiapa berperang supaya kalimat Allah-lah
yang tertinggi, maka dia itu fi sabilillah).[2]
(2) Adil dan tulus kepada
orang-orang yang kamu pimpin, karena (Tidaklah seorang amir (yang memimpin)
sepuluh orang melainkan ia kelak didatangkan di hari kiamat seraya di belenggu
yang tidak dilepaskan kecuali oleh keadilan atau ia dijerumuskan oleh
aniaya),[3] dan (Tidaklah seorang amir yang menangani urusan kaum muslimin
terus ia tidak bersungguh-sungguh dan tidak tulus kepada mereka, melainkan ia
itu tidak masuk surga bersama mereka),[4] dan (Tidaklah Allah mengangkat
seorang hamba untuk mengayomi masyarakat, (terus) ia mati saat ia mati
sedangkan ia menipu mereka melainkan Allah haramkan surga terhadapnya).[5]
(3) Musyawarah dan diskusi
(munadharah), di mana diskusi ini adalah sejawat musyawarah, yaitu: duduk untuk
melontarkan pikiran di majelis, dan komentar setiap orang terhadap pendapat
orang lain, atau mencari tahu pendapat baru, kemudian di akhir memilih pendapat
yang tepat.
Allah ta’ala berfirman: “(Dan ajaklah mereka bermusyawarah di dalam
urusan itu)”, di mana Allah telah mengarahkan Nabi-Nya untuk mengajak
musyawarah orang-orang yang di bawah level beliau padahal akal Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam itu cemerlang lagi unggul, maka bagaimana halnya dengan
kalian?
Dan sebagaimana diriwayatkan: (Tidak menyesal orang yang melakukan
musyawarah, dan tidak kecewa orang yang melakukan istikharah),[6] dan
dikatakan: (Barangsiapa merasa cukup
dengan akalnya maka ia tersesat, barangsiapa mencukupkan diri dengan
pendapatnya maka ia tergelincir, barangsiapa meminta pendapat orang-orang yang
berpemikiran maka ia menempuh jalan yang tepat, dan barangsiapa meminta bantuan
orang-orang yang berakal maka ia berhasil meraih apa yang diharapkan).
Maka hendaklah setiap amir
memiliki majlis syura yang hakiki, mulai dari amir umum sampai pada amir-amir
sariyyah (brigade). Akan tetapi kamu jangan meminta pendapat orang yang
memiliki hajat yang ingin ia tunaikan, dan jangan pula orang yang kamu rasa
bahwa ia berambisi kepadanya, dan jangan pula orang yang tidak
menimbang-nimbang pikiran pada pendapatnya, karena ada ungkapan: “Biarkan pendapat sehingga ia matang,”
dan telah ada dari Ali radliallahu ‘anhu: (Pendapat
syaikh (orang tua) itu lebih baik dari penyaksian anak muda) [7] yaitu di
dalam peperangan, dan jangan meminta pendapat kecuali saat menyendiri, karena
ia lebih menjaga rahasia dan lebih bisa terkendali bagi orang yang kadang
menyebarkannya.
Memang benar! (Sesungguhnya musyawarah dan diskusi itu
adalah dua pintu rahmat dan dua kunci barakah yang tidak mungkin terlewatkan
satu pendapat pun bersama keduanya).[8]
(4) Hati-hatilah jangan
sekali-kali kamu mengedepankan orang yang menyetujui pendapatmu saja, dan
waspadalah dari pendamping yang buruk, biasakanlah dirimu untuk sabar terhadap
orang yang menyelisihimu dalam pendapat dari kalangan orang-orang yang tulus,
teguklah kepahitan ucapan mereka dan kritikan mereka, dan jangan berlapang dada
dalam hal itu kecuali kepada orang-orang baik, berakal, berumur, bermuru’ah dan
menjaga kehormatan.
(5) Tidak ada yang lebih
melenyapkan dien dan dunia dari lenyapnya kabar masyarakat yang sebenarnya dari
amirnya; maka dari itu janganlah menutupi diri dari mereka, karena kamu ini
hanyalah manusia yang tidak mengetahui apa yang disembunyikan manusia darimu.
Dan jangan sekali-kali kamu berlindung dengan alasan keamanan, sehingga kamu
aman namun orang-orang yang di bawahmu terlantar; maka seburuk-buruknya amir
adalah kamu kalau begitu.
Awasilah segala urusan oleh
dirimu sendiri setelah mengangkat orang-orang kepercayaan yang tulus, karena
kadang berkhianat orang yang terpercaya itu, dan kadang menipu orang yang tulus
itu, maka carilah kejelasan dari semua urusan. Allah ta’ala berfirman: “Wahai Dawud! Sesungguhnya Kami telah
menjadikan engkau sebagai khalifah (penguasa) di bumi, maka putuskanlah
(perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah engkau mengikuti hawa
nafsu, karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah.” (Shaad: 26) (Allah ta’ala tidak mencukupkan dengan
sindiran tanpa langsung (perintah), dan tidak mengudzur dalam penyibukan diri
dengan merasa cukup dengan mewakilkan sehingga Dia menyertakannya dengan kesesatan)[9]
Dan jangan tergesa-gesa
membenarkan penebar isu yang ingin merusak, karena orang semacam itu adalah
penipu walau dia menyerupai orang-orang yang tulus, tapi jangan kamu buang
begitu saja ucapannya, karena bisa saja dia itu jujur, dan berbaik sangkalah
kepada ikhwanmu, karena berbaik sangka itu memutus dirimu dari kelelahan yang
panjang.
(6) Seyogyanya bagi amir membawa
dirinya dan bala tentaranya untuk komitmen dengan hak-hak yang telah Allah
ta’ala wajibkan dan dengan batasan-batasan yang telah Allah perintahkan (karena
orang yang berjihad membela agama adalah orang yang paling berhak untuk
komitmen dengan hukum-hukumnya),[10] sebab kamu tidak akan melakukan perbaikan
sedangkan kamu sendiri rusak, dan tidak akan bisa membimbing sedangkan kamu
sendiri menyimpang, dan tidak akan menunjuki jalan sedangkan kamu sendiri
sesat, karena bagaimana bisa orang buta menjadi penunjuk, dan orang hina
menjadi jaya? Sedangkan tidak ada yang lebih hina dari kehinaan maksiat, dan
tidak ada yang lebih jaya (mulia) dari kejayaan ketaatan, maka jauhkanlah
dirimu dari akhlak-akhlak yang rendah dan pertemanan dengan orang-orang fasiq.
(7) Hati-hatilah, jangan sampai
kesempitan kondisimu dalam suatu hal mendorongmu untuk mencarinya dengan yang
tidak benar; karena sesungguhnya kesabaranmu terhadap kesempitan yang kamu
harapkan keberakhirannya dan keutamaan akibatnya adalah lebih baik daripada
maksiat yang kamu khawatirkan tuntutannya. Sedangkan poros dien itu adalah
kesabaran.
(8) Hati-hatilah, jangan kamu
mengistimewakan dirimu dengan kendaraan atau pakaian; karena Umar telah menulis
surat kepada Abu Musa Al-Asy’ariy radliyallahu ‘anhuma: (… dan telah sampai
berita kepadaku bahwa telah merebak pada dirimu dan keluargamu model pada
pakaianmu, makananmu dan kendaraanmu, yang berbeda dengan keumuman kaum
muslimin; maka hati-hatilah wahai Abdullah jangan sampai kamu seperti hewan
ternak, ia melewati lembah yang subur, maka tidak memiliki keinginan kecuali
menggemukan diri, padahal kebinasaannya itu hanyalah pada kegemukan, dan
ketahuilah bahwa bila pemimpin menyimpang maka menyimpanglah rakyatnya, dan
orang yang paling celaka adalah orang yang rakyatnya menjadi celaka dengan
sebabnya)[11]
(9) Ketahuilah bahwa peperangan
itu sebagaimana yang mereka katakan: Bebannya adalah kesabaran, porosnya adalah
tipu muslihat, lingkarannya adalah ijtihad, pelurusnya adalah ketelitian, dan
kendalinya adalah kewaspadaan. Dan bagi masing-masing hal itu ada buahnya; di
mana buah kesabaran adalah pertolongan, buah tipu muslihat adalah kemenangan,
buah ijtihad adalah taufiq, buah ketelitian adalah optimisme, dan buah
kewaspadaan adalah keselamatan. ‘Amr ibnu Ma’di Kariba[12] ditanya tentang
perang, maka ia mengatakan: (Barangsiapa sabar di dalamnya, maka ia mengenal,
dan barangsiapa urung darinya, maka ia binasa),[13] maka hindarilah
ketergesa-gesaan, karena berapa banyak ketergesa-gesaan itu melahirkan
penyesalan.
(10) Kedepankan orang-orang yang
berpengalaman dan yang kuat untuk menghadapi musuh saat peperangan berkecamuk,
dan sebarlah mereka pada sariyah-sariyah supaya menjadi kuat orang yang lemah
dengan sebab mereka, dan menjadi berani orang
penakut dengan sebab keberanian mereka. Hati-hatilah, jangan sampai
orang penggembos atau penebar isu menyertai ikhwanmu, dan waspadalah terhadap
mata-mata dan intel. Di mana berapa banyak kelompok yang sedikit bisa
mengalahkan kelompok yang banyak dengan izin Allah. Akan tetapi jangan kamu
pilih di dalam peperangan itu orang-orang yang kuat saja dan kamu tinggalkan
orang-orang lemah yang menginginkan apa yang ada di sisi Allah, karena
sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: (Dan tidaklah kalian
itu diberi kemenangan dan diberi rizqi kecuali dengan sebab orang-orang lemah
kalian),[14] dan sesungguhnya Allah menolong suatu kaum dengan sebab orang
paling lemah mereka.
(11) Jangan menelantarkan
perlengkapan yang bisa dipakai, seperti rompi anti peluru dan helm pelindung,
dan itu bukan tergolong sikap pengecut, karena sungguh manusia paling berani
yaitu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki baju besi, namun ini
tidak menghalangi dari bertempur tanpa memakai pelindung pada waktunya yang
tepat. Habib ibnul Muhallab[15] berkata: (Aku tidak melihat di dalam peperangan
seorang pria yang memakai pelindung kepala melainkan ia itu bagiku adalah dua
orang, dan aku tidak melihat dua orang yang tanpa pelindung melainkan keduanya
bagiku adalah satu orang), maka ucapan ini didengar oleh sebagian orang yang
berpengalaman, maka ia berkata: (Dia benar! Sesungguhnya senjata itu memiliki
keutamaan; apa kamu tidak melihat mereka saat memanggil pada kondisi genting;
“Senjata, senjata,” dan mereka tidak memanggil: “pasukan, pasukan”).[16]
(12) Sesungguhnya amir yang
bijaklah yang membekali ikhwannya dengan perbekalan yang bisa menguatkan diri
mereka sepanjang hari berupa makanan dan minuman. Adalah para pejuang salah
seorang panglima Afghan yang memusuhi Taliban bila kita periksa saku mereka
maka kita mendapatkan zabib (anggur kering) di dalamnya.
(13) Seyogyanya bagi amir
menunjuk bagi setiap gruf amirnya, dan ia memeriksa kendaraan dan persenjataan
ikhwannya dan perbekalannya, terutama sebelum penyerangan. Ia jangan memasukan
di dalamnya apa yang susah di bawa saat kondisi gawat dan serius, dan jangan
mengosongkan darinya apa yang dibutuhkan saat terjadi apa yang di luar dugaan
dan jauhnya perjalanan, terutama bila diprediksi lamanya peperangan.
(14) Seyogyanya jumlah muqatil
dalam satu mobil tidak boleh lebih dari tiga, kecuali bila kepentingan
menuntutnya, dan hendaklah ia menjamin hubungan komunikasi yang aman yang sudah
dikaji di antara sariyah-sariyah itu, serta ia menetapkan bagi mereka sandi
untuk ucapan mereka dan syi’ar (slogan) untuk peperangan mereka.
(15) Amir harus memperdengarkan
kepada rakyatnya dan bala tentaranya suatu yang mengokohkan jiwa mereka dan
membuat mereka merasa optimis bisa mengalahkan musuh mereka, serta mengutarakan
kepada mereka dari sebab-sebab kemenangan suatu yang dengannya mereka
menganggap kecil musuh mereka. Allah ta’ala berfirman: ((ingatlah) ketika Allah
memperlihatkan mereka di dalam mimpimu (berjumlah) sedikit. Dan sekiranya Allah
memperlihatkan mereka (berjumlah) banyak, tentu kalian menjadi gentar dan tentu
kalian akan berbantah-bantahan dalam urusan itu). (Al-Anfal: 43)
(16) Seyogyanya bagi amir mempelajari
dengan cermat lokasi peperangan, maka dia jangan berperang dari lokasi yang
mudah dia disergap tanpa menutup celah, dan jangan membawa terlalu jauh
pasukannya yang menjadikannya mustahil bisa kembali membawa pulang mereka dalam
keadaan aman.
(17) Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata: (Perang itu tipu daya),[17] dan Al-Muhallab[18]
berkata: (Gunakanlah tipu daya dalam
peperangan, karena ia itu lebih membuat berhasil daripada keberanian), dan
di antara tipu daya adalah:
Menebar mata-mata
Mencari-cari berita
Tauriyah (penyembunyian maksud)
dalam peperangan, di mana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bila ingin
melakukan suatu peperangan, maka beliau menutupinya dengan yang lain.
Bila sempit dada seseorang dari
rahasia dirinya
Maka dada yang dititipkan rahasia
lebih sempit.
Dan waspadalah terhadap musuhmu
bagaimanapun keadaannya, supaya tidak:
Menyergap dari jarak dekat
Atau menyerbu secara tiba-tiba
dari kejauhan
Atau bersembunyi menunggu lengah
Atau menyusul setelah kembali
(18) Di antara tanda pengalaman
seorang amir dan kecerdikannya adalah memanfaatkan kesempatan; (karena
kesempatan itu berlalu cepat seperti awan, dan jangan kalian mengejar bekas
setelah berlalu),[19] dan sergaplah saat kepalanya muncul dan jangan menyergap
pada ekornya!
Bila berhembus anginmu, maka
gunakanlah kesempatannya
Karena bagi setiap yang bergerak
itu ada diamnya
(19) Boleh bagi amir pasukan
untuk menceburkan kepada kesyahidan dari kalangan yang menginginkannya orang
yang diketahui bahwa pada keterbunuhannya di dalam peperangan itu menjadi
penyemangat bagi kaum muslimin terhadap peperangan karena pembelaan untuknya.
Dan sebaliknya juga benar, yaitu: ia menjaga orang yang pada keterbunuhannya
bisa menghancurkan kekuatan ikhwannya, seperti komandan yang istimewa; oleh
sebab itu posisi jantung adalah tempat paling terlindungi dan paling jauh dari
musuh.
(20) Jangan kamu mengizinkan
ikhwanmu untuk membunuh atau menawan apa yang bisa memecah barisan mereka dan
membuat mereka berselisih dengan sebabnya, hatta walaupun hal itu boleh dari
satu sisi, karena persatuan barisan saat qital itu adalah mashlahat paling
utama.
(21) Hati-hatilah dari darah dan
penumpahannya tanpa haq, karena tidak ada suatu pun yang lebih cepat
mendatangkan adzab dan melenyapkan nikmat daripada penumpahan darah tanpa
haknya. Jangan sekali-kali kamu mengokohkan urusanmu dan tentaramu dengan darah
yang haram, karena sesungguhnya hal ini adalah hal segera yang kemudian harinya
adalah kelemahan dan keambrukan, sehingga tidak ada udzur bagimu di sisi Allah
dan juga di sisi kami. Dan demi Allah tidak diadukan kepada kami kasus darah
yang ditumpahkan dari orang ma’shum dari kalangan Ahlussunnah tanpa bukti nyata
yang menunjukan bahwa ia melakukan apa yang menghalalkan darahnya dan tanpa syubhat
melainkan kami pasti mengambilkan haknya baginya. Jangan kamu terpedaya dengan
mudahnya ‘amaliyyah tertentu; karena bisa saja tempat yang turun itu sesudahnya
adalah jurang yang mencekam, oleh sebab itu maka hendaklah pikiranmu untuk
harimu itu dan untuk esok harinya; karena tidak ada yang lebih membahayakan
manusia daripada amir yang berpikir hanya untuk harinya.
(23) Balaslah orang yang berbuat
baik atas perbuatan baiknya, dan muliakanlah sariyah setelah keberhasilan,
berikanlah penghargaan kepada pemberani di hadapan umum, dan berikanlah sangsi
terhadap orang yang berbuat salah atas kesalahannya walau dengan hajr; karena
boleh bagi amir untuk memberikan pelajaran kepada orang yang maksiat terhadap
perintahnya, dan bila kamu tidak melakukannya, maka orang yang berbuat baik
menjadi malas dan orang yang berbuat salah menjadi lancang, dan rusaklah urusan
serta sia-sialah amalan.
Dan hendaklah balasan baik kepada
orang yang berbuat baik itu dilakukan dihadapan umum, sedang sangsimu kepada
orang yang berbuat salah adalah secara sirr (rahasia), terutama terhadap
orang-orang baik di antara mereka, adapun orang-orang yang rusak maka sangsi
dilakukan di hadapan manusia, dan syari’at telah datang dengannya.
Hati-hatilah jangan
berlebih-lebihan dalam pemberian sangsi atau menyesal atas pemberian maaf, dan
hindari juga sikap kasar yang membuat orang lari, karena syari’at ini
memberikan sangsi untuk memperbaiki bukan untuk melampiaskan kedongkolan.
Jagalah diri saat marah dari kalimat yang tidak bisa kembali, karena berapa
banyak kalimat yang mengatakan kepada pemiliknya “Tinggalkan saya”, dan
janganlah kamu wahai amir menjadikan ucapanmu main-main di dalam sangsi maupun
pemaafan, dan jangan kamu melampaui di dalam sangsimu –dengan aniaya dan hawa
nafsu- apa yang telah Allah tetapkan
batasannya bagimu; karena (kedzaliman itu adalah kegelapan-kegelapan di
hari kiamat).
Maka hendaklah kamu wahai
saudaraku bersikap lembut di dalam urusanmu seluruhnya termasuk di dalam
pemberian sangsi. Allah ta’ala berfirman:
“Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauh
dari sekitarmu.” (Ali Imran: 159)
Dan Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata: (Barangsiapa
diberikan bagiannya dari sikap lembut, maka ia telah diberikan baginya dari
kebaikan, dan barangsiapa dihalangi (dari) bagiannya dari sikap lembut, maka ia
telah dihalangi (dari) bagiannya dari kebaikan). Dan beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata: (Sesungguhnya
dien ini adalah kokoh; maka masuklah di dalamnya dengan lembut).
(24) Ketahuilah bahwa ikhwanmu
mendengar dan taat karena menginginkan apa yang ada di sisi Allah; di mana
sikap komitmen mereka itu adalah dorongan syar’iy akhlaqiy lebih dari sekedar
rasa takut terhadap kekuasaan; maka dari itu janganlah kamu memberi pelajaran kecuali
kepada orang yang kamu anggap memiliki dien yang bisa menerimanya, adapun
orang-orang yang kamu anggap bahwa diennya tidak membuat dia jera maka jangan
sekali-kali kamu memberinya hukuman, akan tetapi bersikap lembutlah kepadanya
dan jinakanlah hatinya, karena orang yang paling berhak memberikan maaf adalah
orang yang paling mampu memberikan hukuman, dan orang yang paling kurang akal
dan pertimbangannya adalah orang yang mendzalimi orang yang di bawahnya, maka
berikanlah keadilan kepada Allah dan berikanlah keadilan kepada manusia dari
dirimu, keluargamu dan dari orang yang kamu cintai dari kalangan ikhwanmu dan
rakyatmu. Dan bila kamu tidak melakukannya, maka kamu berbuat dzalim, dan
barangsiapa dzalim kepada hamba-hamba Allah, maka Allahlah seterunya, dan
barangsiapa yang Allah seterunya maka ia telah menancapkan peperangan
terhadap-Nya sampai ia taubat dan mencabut diri. Maka hindarilah doa orang yang
didzalimi, karena tidak ada penghalang antara doanya itu dengan Allah, dan
sesungguhnya pintu-pintu langit terbuka baginya. Dan hendaklah dari waktumu ada
satu saat di siang hari yang di dalamnya kamu berpikir apakah kamu telah
mendzalimi orang atau di sana
ada orang yang didzalimi yang wajib kamu tolong? Dan barangsiapa menginginkan
penyegeraan murka Allah, maka silahkan berbuat dzalim!
Kuasailah ikhwanmu dan manusia
dengan ihsan (berbuat baik), tentu kamu bisa mengikat hati mereka, karena
kesinambungan mahabbah itu adalah dengan ihsan, dan lenyapnya mahabbah itu
adalah dengan sikap kasar. Santunlah kepada manusia tentu tulus pula kecintaan
mereka kepadamu dan pasti kamu raih penghargaan dari mereka, karena sikap
santun dari orang kuat itu adalah tawadlu.
Adalah Umar ibnu Abdil Aziz
sangat lemah lembut kepada masyarakat, di mana bila ia menginginkan suatu hal
dari urusan Allah (dan) ia mengira manusia kurang menyukainya, maka ia menunggu
sampai datang apa yang disukai masyarakat kemudian ia mengeluarkannya
bersamanya. Dan telah ada ucapan darinya: (Sesungguhnya Allah mencela khamr dua
kali dalam Al-Qur’an dan mengharamkannya pada kali ketiganya, dan saya khawatir
membawa manusia kepada al-haq secara sekaligus kemudian mereka malah
meninggalkannya, dan jadilah fitnah).[20]
(26) Kenalilah kedudukan manusia
dan ketahuilah macam-macam mereka, dan kedepankanlah seseorang karena dia itu:
Tergolong ahlul ilmi wal fadli,
sedangkan nash-nash prihal keutamaan mereka sangatlah banyak.
Tergolong orang-orang yang
berumur, karena (bukan tergolong kita orang yang tidak memuliakan orang yang
tua di antara kita, dan tidak menyayangi orang yang kecil di antara kita, serta
tidak mengenal bagi orang alim kita haknya)[21]
Berasal dari keluarga bangsawan
dan pemimpin, dan terutama adalah keluarga rumah kenabian.
(27) Perhatikanlah
keluarga-keluarga para syuhada dan tawanan dan kedepankanlah mereka terhadap
yang lain, jenguklah orang yang sakit, dan jadilah kamu terhadap ikhwanmu
sebagai pelayan bagi mereka; karena kamu ini hanyalah salah seorang dari
mereka, namun bedanya adalah karena kamulah yang paling berat bebannya dan
paling banyak perhitungannya di sisi Allah, maka beramallah untuk esok hari.
(28) Selektiplah dalam memilih
utusanmu kepada kabilah-kabilah dan kelompok-kelompok bersenjata, dan begitu
juga orang yang bertugas menguasai (wilayah) dan mencari dukungan masyarakat,
karena sesungguhnya mereka adalah wajah Daulah di hadapan manusia, bila mereka
baik maka baik pula kita, dan bila mereka berbuat buruk maka buruk pula kita.
Dan secara umum: “Utuslah orang yang
bijaksana dan jangan mewasiatinya.”
(29) Wahai amir, hindarilah
fanatisme-fanatisme kejahiliyahan; karena sesungguhnya bangunan kekuasaan yang
kokoh itu tidak hancur kecuali dengan sebab fanatisme yang berlebihan.
Gunakanlah kecerdasan dan hilah (kecerdikan) dalam menghancurkan fanatisme itu
dan bukan menggunakan kekuatan saja, di mana sesungguhnya Ahlul Iraq bangkit
membangkang terhadap Abdul Malik ibnu Marwan bersama ibnul Asy’ats dan di
tengah mereka banyak tabi’in pilihan seperti Sa’id ibnu Jubair dan yang
lainnya, maka Al-Hajjaj mengalahkan mereka dalam perang “Dairul Jamajim”[22]
dengan hilah lebih dari sekedar dengan kekuatan. Dan ketahuilah bahwa termasuk
siasat yang bijak bersegera menguasai mereka itu, terutama para tokoh.
(30) Hendaklah kalian serius,
bersungguh-sungguh dan tinggi cita-cita, dan hindarilah sikap lemah, karena ia
itu –demi Allah- adalah kendaraan yang paling hina; dan dikala kamu tersandung
maka cobalah kembali; di mana sudah diketahui dari pengalaman bahwa tidak ada
amaliyyat yang Allah berikan kemenangan di dalamnya kecuali ia itu pernah
melalui berbagai ketersandungan yang banyak.
Saudara Kalian
Abu Hamzah Al-Muhajir
1 Ramadhan 1428 H.
[1] Muttafaq ‘alaih
[2] Muttafaq ‘alaih
[3] Dikeluarkan oleh Ahmad dan
lainnya dengan sanad hasan.
[4] HR. Muslim
[5] Muttafaq ‘alaih
[6] Ath-Thabaraniy dan yang lain
dengan sanad dlaif.
[7] Dikeluarkan Al-Baihaqi dalam
As-Sunan Al-Kubra.
[8] Datang dari Umar ibnu Abdil
Aziz dalam “Adab Ad-Dunya Wad Dien “milik Al-Mawardiy, dan yang lainnya.
[9] Al-Mawardiy, nukilan dari
Badaius Salik fi Thaba’il Malik.
[10] Dari ucapan Al-‘Allamah
Al-Mawardiy dalam Al-Ahkam As-Sulthaniyyah
[11] Dikeluarkan dalam Kanzul
‘Ummal milik Ad-Dainuriy, dan dikeluarkan oleh ibnu Abi Syaibah dalam
Mushannafnya dengan teks serupa.
[12] Salah seorang pahlawan sahabat
radliallahu ‘anhu.
[13] Disandarkan kepadanya oleh
Al-Baladzuriy dalam Futuhul Buldan.
[14] Al-Bukhari
[15] Habib ibnul Muhallab ibnu
Abi Shufrah: Salah seorang pemberani dan pembesar Arab di masa Al-Marwaniy.
Dari Al-A’lam milik Az-Zarkaliy.
[16] Uyunul Akhbar
[17] Muttafaq ‘alaih.
[18] Al-Muhallab ibnu Abi Sufrah
ini dituturkan Ibnu Hibban dalam tabi’in yang tsiqat, dan berkata: “…ia menjadi
gubernur khurasan dari pihak Al-Hajjaj selama 9 tahun, Ibnu Shibyah berkata: ia
adalah orang paling berni” lihat Tahdzib At-Tahdzib milik Ibnu Hajar.
[19] Disandarkan kepada Ali
radliallahu ‘anhu dalam Al-’Iqdul Farid dan Badaius Salik dan Nihayatul Arib
[20] Disebutkan oleh pemilik
Al-‘Iqdul Farid darinya
[21] At-Tirmidzi, Ahmad dan
Al-Hakim dengan sanad hasan
[22] Perang Dairul Jamajim adalah
peperangan penentu antara Al-Hajjaj ibnu Yusuf Ats-Tsaqafiy dengan Abdurrahman
ibnu Muhammad ibnul Asy’ats, dan dimenangkan oleh Al-Hajjaj, dan Dairul Jamajim
ini ada di luar Kufah sejauh 7 farsakh.
No comments:
Post a Comment